Islam Untuk Semua Umat

Thursday, November 27, 2014

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 13



Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian XIII
Makna Kalimat سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ
Senin, 25 Maret 2013

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : أَلَا تَعْجَبُونَ كَيْفَ يَصْرِفُ اللَّهُ عَنِّي شَتْمَ قُرَيْشٍ وَلَعْنَهُمْ يَشْتُمُوْنَ مُذَمَّمًا وَيَلْعَنُوْنَ مُذَمَّمًا وَأَنَا مُحَمَّدٌ ( صحيح البخاري)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ.

Limpahan puji kehadirat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, makhluk yang paling diagungkan oleh Allah subhanahu wata’ala dan semua makhluk kecuali oleh para penduduk neraka, makhluk yang akan tinggal di surga dan tidak satupun dari penduduk surga kecuali memuliakan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam , maulana Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, habibuna Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam , maka runtuhkanlah seluruh keinginan yang hina demi mendapatkan keinginan yang luhur untuk bersama kelompok para pecinta sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam .

Kita telah membaca hadits dari riwayat Shahih Al Bukhari, dimana para kuffar quraisy karena marahnya kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka tidak lagi menamakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nama Muhammad (yang selalu dipuji) akan tetapi menamakannya Mudzammam (yang selalu dicaci), mereka kuffar quraisy tidak mau mengucapkan nama Muhammad, namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada para sahabat : “Kalian melihat mereka (kuffar quraisy) mencaci dan melaknat Mudzammam (orang yang dicela), sedangkan aku adalah Muhammad (orang yang dipuji)”. Allah subhanahu wata’ala Yang memberi nama beliau Muhammad (orang yang dipuji), sehingga orang yang tidak mau memuji beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, maka ia telah bertentangan dengan kehendak Allah subhanahu wata’ala Yang telah memberi nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nama Muhammad (yang banyak dipuji). Mengapa orang-orang tidak mau banyak memuji nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, apakah karena hal itu adalah kultus, atau kesyirikan kah?!, padahal Allah lah Yang telah memberinya nama Muhammad (orang yang banyak puji). Sehingga dengan ucapan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam itu patahlah ucapan orang quraisy yang telah menamakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan Mudzammam, sedangkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Muhammad.

Hadirin yang dimuliakan Allah, Dalam pembahasan kitab Ar Risalah Al Jami’ah kali ini kita akan membahas kalimat :

وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ

Kalimat وَصَلَّى اللهُ عَلَى سَيِّدِنَا telah kita bahas di majelis yang lalu, dan malam ini kita akan membahas kalimat محمد . Terdapat pertanyaan apakah kata سيدنا boleh diucapkan disaat membaca doa tasyahhud dalam shalat, dimana selain dalam doa tasyahhud hal itu boleh-boleh saja, sedangkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

صَلُّوْا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّيْ

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku (melakukan) shalat”.

Dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam disaat tasyahhud tidak menamakan dirinya “Sayyidina Muhammad”, maka bolehkah kita menambahi kata “Sayyidina” dengan dasar sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ini yang memmerintah kita untuk melakukan shalat sebagaimana beliau melakukan shalat, maka hal ini tentunya boleh karena hal itu tidak merubah makna, bahkan hal itu lebih lagi mengangkat kemuliaan dan derajat beliau shallallahu ‘alaihi wasallam di hati kita. Begitu juga dalam bershalawat kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hal yang diperbolehkan untuk kita menambahkan kalimat “sayyidina”, seperti :

اَللّهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا وَحَبِيْبِنَا وَمَوْلَانَا مُحَمَّد

Maka hal yang demikian diperbolehkan, dan juga dikarenakan tidak semua para sahabat membaca bacaan yang sama seperti bacaan-bacaan yang Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ucapkan. Oleh sebab itu ada para sahabat yang membaca bacaan tidak seperti apa yang dibaca oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yaitu ketika getaran kerinduan mereka kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak terkendali. Adapun para sahabat seperti sayyidina Ali bin Abi Thalib, sayyidina Abdullah bin Abbas dan sahabat-sahabat yang lainnya mereka tetap dapat menahan diri dari kerinduan dan kecintaannya kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sehingga mereka tetap kuat hatinya untuk mengucapkan kalimat :

السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُه

“ Salam sejahtera atasmu wahai nabi dan limpahan rahmat dan keberkahan”

Sedangkan diantara para sahabat ada tidak mampu untuk mengucapkan kalimat tersebut sehingga diantara mereka terjatuh pingsan ketika membaca kalimat, karena teringat sang kekasih Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga mereka diberi keringan dan tentunya dengan adanya udzur untuk mengatakan :

السَّلاَمُ عَلَيْهِ

“ Salam sejahtera atasnya”

Sehingga jika disebabkan karena ingin memuliakan dan mengagungkan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka diperbolehkan untuk menambahkan kalimat “Sayyidina” atau “Maulana” untuk memanggil nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Terdapat ribuan bentuk shalawat yang menggunakan lafadz “Sayyidina”, bahkan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menamakan dirinya “Sayyid”, sebagaimana sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

أَنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ وَلَاَ فَخْرَ

“ Aku adalah pemimpin anak Adam dan tanpa ada kebanggaan (kesombongan)”

Dan dalam riwayat yang lain beliau bersabda :

أَنَا سَيِّدُ النَّاسِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“ Aku adalah pemimpin manusia di hari kiamat”

Kata “Sayyid” tidak hanya khusus untuk Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam namun kata itu bisa untuk siapa saja, namun ketika kita mengucapkan kalimat “ Sayyidina wa Maulana Muhammad”, maka maksud kalimat itu tidak ada yang lain kecuali nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian jumlah nama nabi Muhamamd shallallahu ‘alaihi wasallam sangat banyak, hingga mencapai lebih dari 100 nama, dimana dari semua huruf hijaiyah terdapat nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagai contoh huruf alif ( أ ) yaitu أمين : Amiin (yang dipercaya), diman beliau shallallahu ‘alaihi wasallam digelari dengan Al Amiin, sehingga kuffar quraisy yang selalu memusuhi beliau shallallhu ‘alaihi wasallam mereka masih mempercayai beliau dan tetap menitipkan barang-barang berharga mereka kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam padahal mereka memusuhi beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan selalu berusaha untuk membunuh beliau shalallahu ‘alaihi wasallam, namun karena ketika itu di Makkah tidak ada orang yang dapat lebih dipercaya dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam akan hijrah, beliau tidak meninggalkan begitu saja barang-barang kuffar quraisy yang dititipkan kepada beliau, namun barang-barang tersebut diserahkan kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk dikembalikan kepada pemiliknya para kuffar quraisy, dengan berkata : “Wahai Ali kembalikanlah barang-barang ini kepada pemiliknya, karena mereka telah menitipkannya kepadaku, barang ini milik si fulan, barang ini milik si fulan ”, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintah sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk tidur di tempat tidur beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, beliau tidak lupa akan amanah yang dititipkan kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, demikianlah akhlak luhur beliau shallallahu ‘alaihi wasallam yang diberi julukan “Al Amiin”.

Kemudian huruf Ba’ ( ب ) yang diantaranya adalah بسام : Bassaam ( yang banyak tersenyum), huruf Ta’ ( ت ) yaitu تقي : Taqiiy (yang bertaqwa), huruf Tsaa’ (ث) yaitu ثابت : Tsaabit ( orang yang tegar atau teguh ), sebagaimana ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam diminta utnuk berhenti berdakwah dan meninggalkan agamanya, maka beliau berkata dengan tegas : “Jika seandainya kalian letakkan bulan di tangan kananku dan matahari di tangan kiriku, agar aku meninggalkan dakwah ini, sungguh aku tidak akan melakukannya”, atau ثبات : Tsabbaat (yang memperkuat orang lain baik di dunia atau di akhirat), sehingga orang yang banyak bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam juga akan dikuatkan dan diteguhkan dalam melawan dan menghindari perbuatan maksiat.

Kemudian huruf Jim (ج) yaitu جميل : Jamiil atau جمال : Jamaal (yang indah/ keindahan), kemudian huruf Haa’ (ح) yaitu حليم : Haliim (yang berlemah lembut dan memaafkan), huruf Khaa’ (خ) yaitu خبير : Khabiir (yang banyak memberi kabar), sebagaimana beliau shallallahu ‘alaihi wasallam banyak memberi kabar kepada kita akan kabar-kabar yang dikabarkan oleh Allah kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, setiap rasul adalah Khabiir demikian juga para ulama’ dan para shalihin dimana mereka juga menyampaikan kabar-kabar mulia. Kemudian huruf Daal (د) yaitu داع : Daa’i (yang mengajak), dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah pemimpin para Daa’i. Kemudian huruf Dzaal (ذ) yaitu ذكي : Dzakiy ( orang yang cerdas). Kemudian huruf Raa’ (ر) yaitu رحمة (kasih sayang), huruf zaay (ز) yaitu زكي : Zakiy (orang yang suci). Dan huruf Siin (س) yang salah satunya adalah سيد : Sayyid (pemimpin), lalu huruf Syiin (ش ) yaitu شكور : Syakuur (yang banyak bersyukur), serta شافع : Syaafi’ (yang memberi syafaat), demikian indahnya nabi Muhammad shallahu ‘alaihi wasallam sehingga dari semua huruf hijaiyyah terdapat nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Tidak ada nama makhluk yang lebih banyak di alam semesta ini daripada nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, nama makhluk yang paling dahulu adalah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan nama mahkluk yang akan membuka surga adalah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Rahasia kebenaran yang dilimpahkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada kita melalui nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam merupakan limpahan rahmat yang besar bagi kita, sehingga dengan mengenal nama-nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kita dapat memberi nama sendiri untuk nama anak-anak kita, jika kita merasa kesulitan untuk memintakan nama mereka kepada para ulama’. Inilah rahasia kelembutan Allah subhanahu wata’ala yang terwariskan kepada orang yang memberikan namanya dengan nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana perintah beliau dalam sabdanya shallallahu ‘alaihi wasallam :

سَمُّوْا بِاسْمِيْ

“ Berilah nama dengan namaku”

Hadirin yang dimuliakan Allah, Penjelasan akan nama-nama nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang diawali dengan huruf-huruf hijaiyah insyaallah akan kita lanjutkan pada majelis yang akan datang. Dan malam ini kita akan melakukan shalat ghaib yang akan dipimpin oleh Al Habib Hud untuk Al Marhum As Syahid As Syaikh Said Ramadhan Al Buthi yang wafat karena di bom di saat beliau mengajar di masjid. Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah mengabulkan segala hajat-hajat kita di dunia dan akhirat, amin allahumma amin.





Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 10

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 10
Makna Kalimat وَصَلَّى اللهُ
Senin, 18 Febuari 2013




Selanjutnya kita membahas kitab Ar Risalah Al Jami’ah karangan Al Imam Ahmad bin Zen Al Habsyi Ar, dan kita telah selesai dari pembahasan kalimat :

اَلْحَمْدُللهِ رَبِّ الْعَالمَِيْنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ

Di malam ini kita akan membahas kalimat وَصَلَّى اللهُ “Washalla Allahu”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam :

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَاةً وَاحِدَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرَ صَلَوَاتٍ وَحُطَّتْ عَنْهُ عَشْرُ خَطِيئَاتٍ وَرُفِعَتْ لَهُ عَشْرُ دَرَجَاتٍ

“ Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kali, Allah bershalawat untuknya sepuluh kali, dan dihapuskan darinya sepuluh kesalahan (dosa), dan ditinggikan baginya sepuluh derajat”.

Adapun yang dimaksud dengan ditinggikan sepuluh derajat adalah didekatkan kepada Allah subhanahu wata’ala sepuluh kali lebih dekat dari keadaan sebelumnya, maka seandainya seseorang yang hidup di saat ini ia bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasalam satu kali, maka Allah akan mendapatkan sepuluh kali shalawat dari Allah subhanahu wata’ala, dan dihapuskan darinya sepuluh dosa, serta ia terangkat sepuluh derajat lebih dekat kepada Allah subhanahu wata’ala, sungguh betapa beruntungnya orang yang cinta kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, betapa mulianya perkumpulan shalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka setelah bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, pilihlah doa yang ingin diminta dan dipanjatkan kepada Allah subhanahu wata’ala karena orang tersebut telah terangkat sepuluh derajat lebih tinggi, dan telah berjatuhan darinya sepuluh dosa, sehingga ketika itu ia berada lebih dekat pada pintu terkabulnya doa-doa, demikian agungnya kemuliaan satu shalawat. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan teriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabiir oleh Al Imam At Thabrani:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمْ عَشْرًا بِهَا مَلَكٌ مُوَكَّلٌ بِهَا حَتَّى يُبْلِغْنِيهَا

“ Barangsiapa bershalawat kepadaku, Allah bershalawat dan bersalam kepadanya sepuluh, dan shalawat itu ada malaikat yang membawanya hingga menyampaikannya kepadaku”

Dalam hadits ini ditambahkan bahwa Allah subhanahu wata’ala juga memberi salam kepada yang bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Seseorang jika mendengar bahwa pak RW kirim salam kepadanya maka ia sangat gembira, terlebih lagi jika ia adalah lurah, bupati, gubernur, atau presiden dan terlebih lagi jika yang bersalam adalah Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala karena seseorang telah bershalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka beruntunglah orang-orang yang duduk dalam perkumpulan yang terang benderang dengan shalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata kepada Abu Kahil :

ياَ أَبَا كَاهِل أَنَّهُ مَنْ صَلَّى عَلَيَّ كُلَّ يَوْمٍ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ وَكُلَّ لَيْلَةٍ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ حُبًّا بِيْ وَشَوْقًا إِلَيَّ كَانَ حَقًّا عَلَى اللهِ أَنْ يَغْفِرَ لَهُ ذُنُوْبَهُ تِلْكَ اللَّيْلَةَ وَذَلِكَ الْيَوْم.

“Wahai Aba Kahin, seseungguhnya barangsiapa yang bershalawat kepadaku di setiap siang hari 3 kali dan setiap malam 3 kali dengan penuh kecintaan kepadaku dan kerinduan kepadaku, sungguh Allah akan mengampuni dosa-dosanya di malam itu dan di hari itu”

Para pecinta dan yang rindu kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam jika bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alihi wasallam maka Allah subhanahu wata’ala akan menghapus dosa-dosanya di malam dan di siang itu, yaitu dengan shalawat yang dipenuhi cinta dan rindu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Sayyidina Anas bin Malik berkata teriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari :

مَا رَأَيْنَا مَنْظَرًا أَعْجَبَ مِنْ وَجْهِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“ Tidaklah kami melihat pemandangan yang lebih menakjubkan dari wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”

Dalam riwayat yang lain disebutkan :

كَأَنَّهُ قِطْعَةُ قَمَرٍ

“ Seakan-akan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam adalah potongan bulan purnama”

Dan dalam riwayat yang lain disebutkan :

كَأَنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ تَدُوْرَانِ فِيْ وَجْهِهِ

“ Seakan-akan matahari dan bulan beredar di wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”

Wajah terindah yang dicipta oleh Allah subhanahu wata’ala, makhluk yang paling ramah dan paling baik kepada semua teman, dan berakhlak luhur kepada semua musuhnya. Disebutkan dalam sebuah riwayat ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para sahabat dijamu dengan makanan oleh orang-orang Yahudi, maka nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam mendatangi jamuan tersebut dimana makanan itu telah dibubuhi racun, dan ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengulurkan tangan pada makanan tersebut, maka makanan yang sudah dimasak itu berbicara dengan berkata : “Wahai Rasulullah , jangan engkau memakanku karena aku telah diberi racun”, maka Rasulullah shallallahu menarik kembali tangan beliau dan melarang para shahabat untuk memakannya, namun sebagian dari para sahabat ada yang telah memakannya sehingga mereka pun meninggal.

Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam meminta untuk mencari dan orang yang telah membubuhi racun pada makanan tersebut, maka tertangkaplah seorang wanita Yahudi yang telah meracuni makanan-makanan tersebut, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya kepadanya : “Mengapa engkau meracuni makanan-makanan ini?”, wanita Yahudi itu menjawab :“Karena aku ingin bukti bahwa engkau adalah benar sebagai Rasulullah, sebab jika engkau hanyalah sekedar mengaku-ngaku sebagai Rasulullah maka engkau pasti akan memakan makanan itu sehingga engkau akan meninggal, namun jika engkau adalah benar seorang nabi maka engkau tidak akan memakan makanan yang beracun itu, dan ternyata engkau tidak memakannya maka sungguh engkau adalah benar-benar nabi”, kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata : “Bebaskanlah wanita itu”, sehingga beliau tidak menghukum wanita itu justru membebaskannya, adakah akhlak yang lebih mulia dari akhlak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?!.

Hal ini juga membuktikan bahwa makanan tersebut mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Demikian rahasia budi pekerti terindah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana sulit untuk kita temui di barat dan timur serta sulit untuk kita ketahui kecuali dengan mempelajarinya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sangat dimuliakan Allah subhanahu wata’ala begitu juga orang-orang yang mencintainya shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana hadits yang telah disebutkan. Dan kita berada di majelis ini, telah berapa kali kita bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, semoga diantara shalawat itu ada yang menjadi penghapus atas dosa-dosa kita, dan orang-orang yang berkumpul di tempat ini kesemuanya adalah orang-orang yang mencintai dan rindu kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda yan teriwayatkan dalam Mu’jam Al Kabir oleh Al Imam At Thabrani Ar:

مَنْ صَلَّى عَلَيَّ بَلَغَتْنِيْ صَلاَتُهُ وَصَلَّيْتُ عَلَيْهِ وَكُتِبَ لَهُ سِوَى ذَلِكَ عَشْرُ حَسَنَاتٍ

“ Barangsiapa yang bershalawat untukku maka shalawat itu akan sampai kepadaku, dan aku bershalawat untuknya, dan selain itu dituliskan baginya sepuluh kebaikan”

Demikian rahasia kemuliaan bershalawat kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan hadits yang menjelaskan tentang kemuliaan shalawat sangatlah banyak. Dan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah masih sampai dalam pembahasan kalimat وَصَلَّى اللهُ “ Washalla Allahu”. Malam Selasa yang akan datang insyaallah akan kita lanjutkan kembali pembahasan tentang makna shalawat ini, dan masih banyak penjelasan akan hal ini dimana sebagai penyemangat dan kabar gembira untuk orang-orang yang bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Meskipun sebenarnya telah cukup bagi kita untuk memahami kemuliaan shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dengan firman Allah subhanahu wata’ala :

إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا ( الأحزاب : 56 )

“Sesungguhnya Allah dan malaikat-malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bersalawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya”. ( QS. Al Ahzaab : 56 )

Namun karena masih dangkalnya keilmuan kita, sehingga kita masih perlu untuk mengorek lagi lebih dalam makna-makna dan kemuliaan dari shalawat ini, yang insyaallah akan kita lanjutkan di majelis yang akan datang. Dan di malam ini setelah kita bershalawat dan bersalam kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita akan melakukan shalat ghaib untuk syarifah Nur binti Ali Al Haddad yang wafat di Singapura, dan untuk saudari Aminah binti Amir dari Papua, yang akan dipimpin oleh guru kita Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas dan sekaligus doa penutup.






Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 9

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 9
Makna Kalimat اَلْحَمْدُلله
Senin, 11 Febuari 2013




Hadits tersebut berkaitan erat dengan pembahasan kita malam hari ini dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah karya Hujjatul Islam Al Imam Ahmad Bin Zen Al Habsyi. Sebagaimana pembahasan kita masih dalam bab tentang pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita fahami bahwa Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian karena pujian itu muncul dari rasa cinta, maka Allah subhanahu wata’ala menciptakan makhluk yang paling mulia dari semua makhluk yaitu nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana nama beliau shallallahu ‘alaihi wasallam Muhammad yang bermakna “Yang paling banyak dipuji”, maka makhluk yang paling berhak untuk dipuji adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sehingga ketika orang quraisy menamakan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan nama Mudzammam yang berarti “yang paling banyak dicela”, maka para sahabat sangat sedih dengan hal tersebut, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menghibur mereka dengan berkata : “Mereka (kuffar quraisy) menamakan aku dengan Mudzammam (yang banyak dicela) , namun sungguh aku adalah Muhammad (yang banyak dipuji)”, sehingga ucapan tersebut menenangkan para sahabat radhiyallahu ‘anhum, demikian yang teriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari. Karena yang mencela beliau shallallahu ‘alaihi wasallam hanyalah segelintir orang-orang kuffar quraisy, sedangkan yang memuji beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah Rabbul ‘alamin subhanahu wata’ala dan semua makhluk Allah subhanahu wata’ala di alam semesta kecuali dari golongan jin dan manusia yang pendosa yang tidak memahami kecintaan dan kerinduan kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Kita masih dalam pembahasan makna kalimat Alhamdulillah , diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melakukan shalat maghrib berjamaah, dan ketika beliau berdiri dari ruku’ dan mengucapkan :

سمَِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“ Allah Maha Mendengar orang yang memujiNya”

Semoga Allah subhanahu wata’ala menjadikan kita hamba yang selalu memujiNya, maka berwaspadalah atas bisikan syaitan yang mangajak kita untuk bersangka buruk terhadap Allah subhanahu wata’ala, karena hal tersebut akan dipertanyakan oleh Allah meskipun seorang hamba telah berada di dalam surga. Sebagaimana Al Imam At Thabari di dalam tafsirnya menyebutkan bahwa ketika manusia telah masuk ke dalam surga, maka Allah subhanahu wata’ala memanggil salah satu hambaNya dan bertanya: “Wahai Fulan dahulu ketika di dunia, di tempat dan di waktu ini, engkau telah bersangka buruk kepadaKu”, maka hamba itu pun merasa risau dan takut lalu berkata : “Wahai Allah, betul di saat itu aku telah bersangka buruk terhadapMu, namun bukankah Engkau telah mengampuni dan memaafkanku?”, maka Allah subhanahu wata’ala berkata : “Aku telah mengampuninya”. Menunjukkan bahwa bersangka buruk kepada Allah adalah perbuatan yang harus ditinggalkan karena ketika telah berada di surga pun Allah masih mempertanyakan kepada hamba-hamba yang pernah bersangka buruk kepada Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga hati kita dari prasangka buruk kepadaNya, dan menjadikan hati kita selalu asyik memujiNya, karena Allah subhanahu wata’ala mendengar hamba-hamba yang memujiNya baik dengan suara atau tanpa suara. Seluruh ciptaan Allah subhanahu wata’ala menuntun manusia untuk memuji Allah subhanahu wata’ala, baik hal itu berupa musibah atau kenikmatan yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Kita lihat kesempurnaan imana sayyidina Umar bin Khattab Ra yang berkata bahwa beliau bersyukur kepada Allah subhanahu wata’ala jika datang musibah kepadanya dikarenakan tiga hal, yang pertama yaitu karena musibah itu tidak menimpa imannya, namun hanya menimpa hal yang bersifat duniawi saja seperti harta, keluarga, penyakit atau yang lainnya, dan kedua karena sayyidina Umar bin Khattab meyakini bahwa Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu memberikan musibah yang lebih besar daripada musibah yang beliau terima, namun Allah subhanahu wata’ala memberikan musibah yang lebih ringan kepadanya, dan yang ketiga karena dengan datangnya musibah tersebut Allah subhanahu wata’ala menghapus dosa-dosa darinya. Demikian derajat keimanan sayyidina Umar bin Khattab ra yang sangat luhur, mungkin sangat sulit dan berat bagi kita untuk dapat mencapainya.

Maka selayaknya kita memahami ucapan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika bangun dari ruku’ “Sami’a Allahu liman hamidah” bahwa Allah subhanahu wata’ala mendengar hamba yang memujiNya. Dan ketika itu seseorang yang shalat dibelakang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam mengucapkan :

رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ حَمْدًا كَثِيْرًا طَيِّبًا مُبَارَكًا فِيْهِ

“Wahai Tuhan kami bagiMu segala pujian, pujian yang banyak, yang baik dan penuh dengan berkah”

Dan ucapan tersebut belum pernah diajrakan sebelumnya oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka setelah selesai shalat Rasulullah shallallahu ‘alahi wasallam berkata : “Siapakah diantara kalian tadi yang telah mengeluarkan ucapan di dalam shalat ?”, namun tidak ada dari mereka yang menjawab, sampai tiga kali beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bertanya, maka seseorang kemudian menjawab : “Aku wahai Rasulullah yang telah mengeluarkan ucapan tersebut”, lalu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Sungguh 33 malaikat memperebutkan ucapan tersebut untuk dicatat”. Al Imam Ibn Hajar menjelaskan bahwa ucapan tersebut berjumlah 33 huruf, sehingga 33 malaikat memperebutkannya untuk dicatat dan kemudian disampaikan kepada Allah subhanahu wata’ala, karena malaikat belum pernah mendengar pujian seindah itu. Hal ini menunjukkan bahwa setiap huruf dalam pujian kepada Allah subhanahu wata’ala terdapat satu malaikat yang menjaganya.

Rahasia kemuliaan pujian kalimat Alhamdulillah sangatlah agung, maka layak untuk kita fahami dan kita renungkan yang mana dengan hal itu kita akan senantiasa berusaha untuk selalu memuji Allah subhanahu wata’ala atas kesempurnaanNya dan kederamawananNya, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah orang yang paling banyak memuji Allah subhanahu wata’ala, dan Allah subhanahu wata’ala akan lebih banyak melimpahkan pujian kepada hamba yang memujiNya, yaitu berupa limpahan pahala yang jauh lebih besar dengan 10 kali lebih besar hingga 700 kali lebih besar dari perbuatan hambaNya, demikian penjelasan akan makna dan keagungan dari kalimat“Alhamdulillah”. Selanjutnya kita akan membahas kalimat رَبِّ الْعَالَمِيْنَ “Rabb Al ‘Alamiin”, kalimatرَبٌّ “Rabb” memiliki tiga makna, yang pertama bermakna “yang mengasuh”, sebagaimana dalam ucapan :

اَللَّهُمَّ اغْفِرْلِيْ وَلِوَالِدَيَّ وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِيْ صَغِيْرًا

“ Ya Allah ampunilah (dosaku) dan (dosa) kedua orang tuaku dan sayangilah keduanya, sebagaimana (kasih sayang) mereka ketika mengasuhku waktu aku kecil”

Maka kalimat “Rabb” tidak hanya digunakan untuk Tuhan saja namun juga digunakan untuk manusia. Kedua kalimat “Rabb” bermakna “Yang Memiliki”, sebagaimana dalam riwayat Shahih Al Bukhari bahwa dahulu di masa jahiliyyah, para budak memanggil majikan mereka dengan panggilan “Rabbii”yang berarti “pemilikku”, secara bahasa panggilan tersebut mempunyai makna yang benar, akan tetapi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang para budak untuk memanggil majikannya dengan sebutan “Rabbii”, dan diperbolehkan untuk memanggilnya dengan sebutan “Sayyidi” atau“Maulaya” yang berarti “Tuanku”.

Dalam hal ini para ulama’ menjelaskan ; jika para budak telah diajari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk memanggil majikannya dengan sebutan “Sayyidi” atau “Maulaaya”, maka sungguh sebutan tersebut lebih berhak untuk kita gunakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka selayaknyalah kita menyebut Sayyidina wa Maulaana Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, karena hal ini telah diperbolehkan bahkan diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan bukanlah hal yang kultus apalagi syirik sebagaimana yang telah dituduhkan oleh sebagian orang. Adapun yang ketiga makna kalimat “Rabb” adalah “Tuhan Yang disembah”, dan ketiga makna tersebut ada pada Allah subhanahu wata’ala yaitu Yang Maha Mengasuh, Yang Maha Memiliki, dan Yang Maha Berhak Disembah. Maka tiada yang Maha Mengasuh makhluk kecuali Allah subhanahu wata’ala, dan tiada Yang Memiliki segala sesuatu kecuali ALlah subhanahu wata’ala dan tiada yang berhak dan layak disembah selain Allah subhanahu wata’ala.

Selanjutnya makna kalimat العالمين ; Al ‘alamin , memiliki beberapa makna, dan sebagaimana yang telah disepakati oleh para ulama’ kalimat tersebut mempunyai dua makna, pertama makna Al ‘Aalmiin adalah segala sesuatu selain Allah subhanahu wata’ala. Kedua, makna kalimat Al ‘Alamin adalah malaikat, jin dan manusia, karena kalimat ini juga dapat dibaca dengan العالمين : Al ‘Alimin, yaitu yang memilki alam pemikiran atau ilmu pengetahuan, karena makhluk-makhluk selainnya tidak banyak diberi pengetahuan oleh Allah subhanahu wata’ala.

Maka makna kalimat رب العالمين : Rabb al ‘Alamin yang pertama adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mengasuh segala sesuatu selainNya, yaitu seluruh makhluk termasuk hewan, manusia, jin, atau malaikat dan lainnya. Adapun makna kalimat رب العالمين yang kedua adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala Yang Maha memiliki, Yang Maha mengasuh malaikat, jin dan manusia, serta Yang Maha berhak disembah oleh malaikat, jin dan manusia. Demikian makna dari kalimat رب العالمين dalam pembahasan kitab Ar Risalah Al Jaami’ah oleh Al Imam Ahmad bin zen Al Habsyi Ar. Sering kita memuji Allah dengan ucapan :

اَلْحَمْدُلله رَبِّ الْعَالمَيِنَ حَمْدًا يُوَافِي نِعَمَهُ وَيُكَافِئُ مَزِيْدَهُ

“ Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam, pujian yang menyamai nikmat-nikmatNya dan mencukupi penambahanNya”

Kalimat tersebut diajarkan oleh Allah subhanahu wata’ala kepada nabi Adam As, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat shahih ketika nabi Adam As masih berada di surga ia selalu memuji Allah subhanahu wata’ala dan bertasbih kepada Allah subhanahu wata’ala, namun setelah ia diturunkan ke bumin, maka Allah subhanahu wata’ala memerintahnya untuk bercocok tanam, berternak, memakmurkan bumi dan lainnya, sehingga nabi Adam As merasa bingung dan risau karena ia tidak lagi dapat bertasbih dan memuji Allah subhanahu wata’ala bersama para malaikat sebagaimana ketika ia di surga, maka nabi Adam As memohon kepada Allah untuk menagajarinya ucapan, yang mana dengan ucapan itu ia sama seperti di saat ia memuji Allah subhanahu wata’ala di surga, maka Allah subhanahu wata’ala mewayuhkan kepada nabi Adam As untuk membaca kalimat tersebut sebanyak tiga kali di pagi hari dan tiga kali di sore hari. Maka kalimat tersebut adalah pujian dan tasbih kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan kalimat ini juga terdapat dalam Ratib Al ‘Atthas, Ratib Al Haddad dan Al Wird Al Lathif. Sehingga jelaslah bahwa rahasia kemuliaan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala membuat hidup kita terpuji, dan dimuliakan oleh Yang Maha Mampu memuliakan hamba-hambaNya.

Sungguh rahasia keluhuran Allah subhanahu wata’ala tersimpan dalam tuntunan nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, makhluk yang peling indah dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah makhluk yang paling banyak memuji Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala menerangi jiwa-jiwa kita untuk senantiasa asyik memujiNya. Maka selayaknyalah bagi kita untuk memperbaiki keadaan di hari-hari kita untuk selalu berbuat hal-hal yang terpuji, namun bukan dengan tujuan untuk dipuji oleh makhluk akan tetapi agar dipuji oleh Allah subhanahu wata’ala. Karena jika tujuannya hanya agar dipuji oleh makhluk, maka tentunya hal tersebut adalah perbuatan sia-sia dan tidak akan mendatangkan pahala bagi kita.

Dan jika seseorang berbuat baik karena hanya ingin dipuji oleh makhluk, maka Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mampu membuat makhluk itu memujinya atau sebaliknya, sehingga jika seseorang hanya ingin dipuji oleh makhluk maka hal itu adalah perbuatan yang sia-sia. Dalam hal ini guru mulia Al Musnid Al Habib Umar bin Hafizh mengatakan bahwa hal demikian merupakan penyakit hati, yang mana penyakit-penyakit hati seperti itu tidak dapat terobati kecuali dengan tuntunan guru, maka tidak cukup hanya dengan membaca atau memperlajarinya sendiri karena hal demikian akan sulit untuk dijalani, dimana sang guru tidak hanya mengajari dengan berbicara saja, namun juga melimpahkan cahaya keberkahan tuntunan itu yang membuat sang murid mampu untuk meninggalkan hal-hal yang hina di dalam niat-niat di hati muridnya. Beliau menyampaikan sebuah hikayah bahwa seorang murid berkata kepada gurunya bahwa menjauhkan sifat tidak ingin dipuji oleh orang lain atas perbuatan-perbuatan baik yang dilakukannya merupakan hal yang mudah, dan dapat ia laksanakan dan tidak perlu untuk dipelajari lagi. Maka sang murid itu melewati hari-harinya dengan banyak membantu orang lain dengan cara bersedakah, sehingga setiap kali ada yang datang dan meminta bantuan kepadanya maka ia pun membantunya, dan beberapa kali datang orang sama untuk meminta bantuannya dan ia pun memberi bantuan kepada orang tersebut. Beberapa lama kemudian ia pun merasa gembira dan bangga atas perbuatan baik yang telah ia lakukan, hingga ada keinginan dalam dirinya untuk menyampaikan hal tersebut kepada gurunya.

Maka ia pun menemui sang guru dan mulai bercakap-cakap dengannya, serta ucapannya pun mulai mengarah bahwa ia telah banyak membantu orang lain. Sang murid berkata : “Di zaman sekarang begitu banyak orang yang susah”, sang guru berkata : “Iya betul”, lantas sang murid berkata lagi : “Sehingga banyak yang meminta-minta pertolongan”, sang guru kembali menjawab : “Iya betul”, kemudian ia berkata lagi : “Sampai-sampai setiap hari aku didatangi oleh orang yang sama untuk meminta bantuan dan aku membantunya”, sang guru pun tersenyum dan berkata : “Orang itu datang dan meminta-minta kepadamu aku yang menyuruhnya karena untuk mengujimu, sebagaimana engkau telah menyangka bahwa dirimu mampu melakukan perbuatan baik dengan niat-niat yang suci dan iklhas hanya karena Allah subhanahu wata’ala, namun telah terbukti saat ini engkau ingin orang lain mengetahui bahwa engkau telah berbuat banyak kebaikan, oleh sebab itu duduklah bersama guru untuk dapat mengobati penyakit-penyakit hati kita”.

Karena penyakit hati itu tidak cukup diobati hanya dengan membaca saja, namun juga perlu cahaya yang dapat menerangi jiwa hingga sifat-sifat hina itu sirna. Karena jika sifat-sifat hina itu hanya ingin diobati dengan pemahaman otakatau pemikiran kita terhadap sebuah buku, maka pemikiaran kita terlebih dahulu akan tertipu dan terjebak oleh sifat-sifat hina di hati kita, namun cahaya tuntunan yang luhur dari sang guru dapat menjadikan hati suci dan dapat membuat seseorang lupa dengan perbuatan-perbuatan baik yang ia lakukan yang sering membuat penyakit riya’ muncul dalam diri seseorang, dan sebaliknya selalu ingat dengan aib-aib yang ada pada dirinya. Sehingga sebanyak apapun perbuatan baik yang dilakukan oleh seseorang, maka Allah subhanahu wata’ala telah menerangi jiwanya sehingga ia lupa atas perbuatan-perbuatan baik yang pernah ia lakukan, bahkan ia selamat dari sifat-sifat buruk di hati, seperti sombong, riya’, sum’ah dan lainnya yang kesemuanya dapat mengikis pahala atas perbuatan baik, bahkan ia hanya sibukkan dirinya dengan cinta dan rindu kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan cinta dan rindu kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, senantiasa memperindah dirinya untuk lebih indah dihadapan Allah subhanahu wata’ala, sehingga ia lewati hari-harinya dengan hati yang suci dan luhur, dimana diam dan bicaranya adalah cahaya yang membawa keberkahan untuknya dan sekitarnya.

Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala agar hati kita selalu diterangi dengan cahaya sifat-sifat yang mulia, serta menyingkirkan dari hati kita segala sifat yang hina. Kita tidak mampu untuk membersihkan jiwa kita kecuali dengan tuntunan Yang Maha Mengasuh diri kita, sebagaimana munajat dan doa Al Imam Abdullah bin ‘Alawi Al Haddad :

قَد اسْتَعَنْتُكَ رَبِّيْ # عَلَى مُدَوَاةِ قَلْبِيْ

“ Aku telah memohon pertolongan kepadaMu Wahai Rabbi untuk mengobati hatiku”

Jika Al Imam Abdullah bin ‘Alawi Al Haddad menitipkan hatinya kepada Allah subhanahu wata’ala untuk diobati dan dijauhkan dari segala hal dan sifat yang tidak terpuji, maka terlebih lagi kita..

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...

Ucapkanlah bersama-sama

َياالله...يَاالله... ياَالله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.






Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 8

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 8
Makna Kalimat اَلْحَمْدُلله
Senin, 4 Febuari 2013



Hadirin yang dimuliakan Allah
Di malam ini kita masih akan menimba dan mendalami kemuliaan makna kalimat “Al Hamdu Lillah”, pujian kepada Allah subhanahu wata’ala yang mana dengan memuji-Nya kita dicintai-Nya dan dihapuskan dosa-dosa dari kita. Puijian kepada Allah dengan kalimat “ Al Hamdu Lillah”, atau kalimat “Subhanallah” atau dengan memadukan keduanya “Subhaanallah Wabihamdih” atau yang lainnya. Kalimat Tasbih (Subhanallah) dan Tahmid (Alhamdu Lillah) memiliki makna yang sama yaitu mengagungkan dan memuji Allah subhanahu wata’ala. Mensucikan nama Allah dengan mengucap kalimat “Subhanallah” adalah bagian dari pujian kepada Allah subhanhahu wata’ala dan bagian dari ucapan “Alhamdulillah”. Begitu juga seluruh perbuatan tasyakuran merupakan bagian dari pujian kepada Allah subhanahu wata’ala atas kenikmatan yang dilimpahkan kepada kita, Sujud syukur merupakan bagian daripada memuji Allah subhanahu wata’ala. Maka segala macam perbuatan syukur adalah merupakan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan kenikmatan bagi hamba yang memuji-Nya dan bersyukur atas nikmat yang diberikan kepadanya, sebagaimana firman-Nya :

لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ (إبراهيم : 7 )

“Sesungguhnya jika kalian bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) bagi kalian, dan jika kalian mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". ( QS. Ibrahim : 7 )

Allah subhanahu wata’ala berjanji akan melipatgandakan kenikmatan untuk hamba jika ia bersyukur. Adapun ungkapan syukur yaitu dengan memuji Allah subhanahu wata’ala baik berupa perbuatan, ucapan atau dengan sanubari maka kesemua itu adalah termasuk ke dalam makna kalimat luhur“Alhamdulillah”. Semoga kita semua di malam hari ini yang telah Allah masukkan ke dalam samudera “Alhamdulillah”, Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan kenikmatan bagi kita dan menjauhkan segala musibah dari kita zhahir dan bathin di dunia dan di akhirat. Allah subhanahu wata’ala berfirman :

يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ ( المجادلة : 11 )

“ (Niscaya) Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara kalian dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan”. ( QS : Al Mujadilah)

Sayyidina Abdullah bin Abbas Ra dalam menjelaskan makna ayat ini beliau berkata bahwa orang yang beriman dan yang memiliki atau menuntut ilmu akan ditinggikan derajatnya 700 derajat, dimana dalam setiap derajatnya sejauh 300 tahun perjalanan. Maka selayaknyalah bagi kita untuk senantiasa memperdalam ilmu, karena semakin dalam ilmu pengetahuan kita maka akan semakin memahami kemuliaan rahasia-rahasia pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka menjauhi dan meninggalkan perbuatan maksiat adalah merupakan bagian dari makna kalimat “Alhamdulillah”, menyesali atas perbuatan-perbuatan dosa adalah merupakan bagian dari kalimat Alhamdulillah, menyesali setiap kesalahan yang telah lalu serta ingin memperbaiki diri juga merupakan bagian dari makna kalimat“Alhamdulillah”, maka semua perbuatan luhur berpadu dalam samudera “Alhamdulillah”. Sebagaimana yang telah kita bahas di majelis yang lalu bahwa ketika kalimat luhur ini diucapkan maka hal itu akan memenuhi timbangan amal baik seseorang. Oleh karena itu setiap kalimat yang mengandung pujian kepada Allah subhanahu wata’ala yang diantaranya adalah kalimat tasbih“Subhaanallah”, adalah merupakan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala karena ucapan tasbih adalah mensucikan Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala Maha Suci dan tidak butuh untuk disucikan, namun dengan kita mensucikan nama Allah subhanahu wata’ala maka Allah akan mensucikan kita, menjauhkan kita dari musibah dan menggantikan musibah yang akan datang dengan anugerah kenikmatan, Allah akan melimpahkan rizki yang luas kepada kita. Disebutkan dalam kitab Adab Al Mufrad oleh Al Imam Al Bukhari dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda bahwa nabiyullah Nuh As berwasiat kepada putra-putranya, dimana diantara mereka ada yang beriman dan ada yang tidak beriman. Maka ketika akan wafat, nabiyullah Nuh As berwasiat kepada putra-putranya yang beriman dengan 2 kalimat yang pertama kalimat “Laa ilaaha Illallah”, karena kalimat luhur itu jika ditimbang dengan seluruh alam semesta niscaya kalimat itu akan lebih berat dari semua alam semesta, dan yang kedua adalah kalimat “Subhaanallah wabihamdihi”, karena kalimat luhur itu adalah merupakan shalatnya seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala, dan dari kalimat tersebut Allah subhanahu wata’ala melimpahkan rizki bagi seluruh makhluk-Nya, rizeki untuk seluruh makhluk-nya ditumpahruahkan dari rahasia pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Muslim:

إِنَّ أَحَبَّ الْكَلاَمِ إِلَى اللهِ تَعَالَى سُبْحَانَ اللهِ وَبِحَمْدِهِ

“ Sesungguhnya ucapan yang paling disenangi oleh Allah subhanahu wata’ala adalah Subhaanallahi Wabihamdih”

Kalimat inilah yang paling disukai oleh Allah subhanahu wata’ala yang mana juga merupakan bagian dari kalimat “Alhamdulillah”. Maka orang-orang yang mengamalkannya, Allah akan memberikan kepadanya hal-hal yang ia inginkan, menjadikan cerah hati dan wajahnya, menjadikan cerah kehidupannya di dunia, wafatnya dan kebangkitannya kelak di akhirat, sebab ia telah menyukai kalimat yang disukai Allah subhanahu wata’ala, sehingga Allah subhanahu wata’ala memberikan kepadanya hal-hal yang ia sukai. Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Shahih Al Bukhari :

كَلِمَتانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ، ثَقِيلَتَانِ فِي المِيزَانِ حَبِيْبَتَانِ إلى الرَّحمَن : سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ سُبْحَانَ الله العَظِيم

“ Dua kalimat yang ringan di lisan (diucapkan), berat di timbangan (amal baik), disenangi Allah adalah : Subhaanallah Wabihamdihi, Subhaanallah Al ‘Azhim”

Kita perhatikan rahasia kemuliaan di dalam shalat, ketika ruku’ mengucapkan “Subhana rabbiya al ‘azhiim wabihamdihi”, dan ketika sujud mengucapkan “Subhaana rabbiya al a’laa wabihamdihi”. Maka kalimat tasbih dan kalimat tahmid tidak lepas dari ruku’ dan sujud ketika shalat, yang merupakan ibadah yang paling luhur. Dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Muslim :

أقْرَبُ ما يَكُونُ العبدُ مِنْ ربِّه وهُوَ سَاجِدٌ

“ Keadaan hamba paling dekat dengan Tuhannya (Allah) adalah ketika ia bersujud”

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُوْنِيْ أُصَلِّي

“ Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihat aku shalat”

Adapun bacaan yang beliau shallallahu ‘alaihi wasallam ajarkan kepada dalam bersujud adalah bacaan“Subhaana rabbiya al a’laa wabihamdihi”. Dan tentang kalimat ini telah ditanyakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kepada malaikat Jibril As, dan dijelaskan oleh Al Imam Qurthubi di dalam tafsirnya dengan riwayat yang tsiqah, bahwa malaikat Jibril As berkata kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam barangsiapa yang bersujud dan mengucapkan “Subhaana rabbiya al a’laa wabihamdihi”, maka Allah subhanahu wata’ala menjawab :

صَدَقَ عَبْدِيْ أَنَا فَوْقَ كُلِّ شَيْئٍ وَلَيْسَ فَوْقِيْ شَيْئٌ ، أَشْهِدُوْا يَا مَلاَئِكَتِيْ أَنِّي قَدْ غَفَرْتُ لَهُ وَأَدْخَلْتُهُ الْجَنَّةَ

“ Benar (apa yang diucapkan) hamba-Ku, Aku (kekuasaan, kekuatan, kemuliaa, keluhuran Allah) diatas segala sesuatu, dan tidak ada sesuatu diatas-Ku (tidak ada sesuatu apapun yang mampu menandingin kekuasaan, kekuatan, keluhuran atau keagungan Allah)”,

Inilah diantara rahasia kemuliaan dari kalimat luhur “Subhaana rabbiya al a’laa wabihamdihi” di dalam sujud, dan merupakan bagian dari kemuliaan kalimat “Alhamdulillah”. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda riwayat Shahih Al Bukhari:

مَنْ قَالَ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحْمْدِهِ فِي اليَوْم مِائَةَ مَرَّةٍ حُطَّتْ خَطَايَاهُ وإنْ كَانَتْ مِثْلَ زَبَدِ البَحْرِ

“ Barangsiapa yang mengucapkan “Subhaanallah Wabihamdih” dalam sehari sebanyak 100 kali, maka dosa-dosanya akan dihapus (oleh Allah) walaupun seperti buih di lautan”

Demikian agungnya rahasia kemuliaan rabbul ‘alamin yang dilimpahkan kepada kita di dalam samudera kalimat “Alhamdulillah”, yang merupakan kalimat yang sangat singkat namun tersimpan di dalamnya rahasia-rahasia yang agung zhahir dan bathin di dunia dan di akhirat, penuntun kepada kesucian serta menjadi modal besar untuk mencapai keridhaan dan cinta Allah subhanahu wata’ala.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah menjelaskan kepada kita, dengan sabda beliau shallallahu ‘alaihi wasallam:

مَنْ لم يَشْكُرِ النَّاسَ لَمْ يَشْكُرِ اللَّهَ

“Barangsiapa yang tidak bersyukur (berterima kasih) kepada manusia, maka ia tidak/belum bersyukur kepada Allah”

Maka jangan samapi kita memuji Allah subhanahu wata’ala namun melupakan makhluk-Nya. Karena belumlah bersyukur secara sempurna seorang hamba kepada Allah subhanahu wata’ala, jika mereka belum berterima kasih kepada manusia. Terdapan belasan riwayat dalam hadits ini,, yang diantaranya diriwayatkan oleh Al Imam Thabrani dan lainnya dengan makna yang sama yaitu belumlah sempurna syukur seorang hamba kepada Allah jika ia belum bersyukur (berterima kasih) kepada manusia.

Maka jelaslah dari makna hadits ini bahwa pujian kepada manusia adalah bagian dari rasa syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, bagian dari pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Sehingga memuji kepada hamba-hamba Allah yang mulia dan shalih yang menjadi pengantar menuju kenikmatan yang Allah berikan kepada seseorang adalah bagian dari syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka belum sempurna syukur dan pujian kita kepada Allah subhanahu wata’ala, walaupun dengan ribuan tahun beribadah, sebelum kita berbakti kepada kedua orang tua kita, karena merekalah yang menjadi perantara bagi kehiduapan kita. Sehingga belum sempurna kita memuji Allah subhanahu wat’ala, jika kita belum berterima kasih kepada makhluk yang menjadi perantara dan mengantar kita kepada keridhaan Allah subhanahu wata’ala, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Maka semoga Allah subhanahu wata’ala memberi hidayah orang-orang yang berpendapat bahwa pujian kepada makhluk adalah perbuatan syirik dan kultus. Sungguh hal ini justru memutuskan makna syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, dengan dalil yang jelas riwayat Shahih Al Bukhari dimana ketika orang-orang quraisy mencaci beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga membuat para shahabat merasa sedih, kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam berkata bahwa mereka (kuffar quraisy) telah menamakan beliau مذمم : Mudzammam (yang banyak dicaci atau dicela), namun namaku adalahمحمد : Muhammad ( yang banyak dipuji ).

Demikianlah hamba yang paling banyak dipuji dan paling berhak dipuji dan paling terpuji yaitu makna dari kalimat “Muhammad”. Maka kalimat ini menjadi dalil yang shahih dan jelas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri yang memperbolehkan kita ummatnya untuk memuji beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah diberi nama“Muhammad” yaitu orang yang banyak dipuji oleh seluruh makhluk dan banyak dipuji oleh pencipta seluruh makhluk, Allah subhanahu wata’ala. Maka pujian kepada beliau shallallahu ‘alaihi wasallam adalah bentuk daripada kesempurnaan syukur kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka terputuslah rahasia makna “Alhamdulillah” dan kemuliaannya tanpa kita mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Sebagaimana sabda beliau shallall ahu ‘alaihi wasallam :

لَا يُؤْمِنُ أَحَدُكُمْ حتى أَكُونَ أَحَبَّ إليه مِنْ وَلَدِه وَوَالِدِه وَالنَّاسِ أَجْمَعِينَ

“ Tidak beriman (dengan iman yang sempurna) salah seorang diantara kalian, hingga aku lebih dicintainya daripada anaknya dan kedua orang tuanya, serta dari semua manusia”

Maka kesempurnaan iman seseorang adalah dengan melebihkan sang nabi untuk dicintai dari seluruh makhluk Allah subhanahu wata’ala. Sampai disini sedikit telah kita fahami rahasia samudera kemuliaan kalimat “Alhamdulillah” dari kitab Ar Risaalah Al Jaamiah yang ditulis oleh Hujjatul Islam wabarakatul anam Al Imam Muhammad bin Zen Al Habsyi Ar, yang dikatakan oleh gurunya yaitu Hujjatul Islam Al Imam Abdullah bin ‘Alawy Al Haddad sahib Ar Raatib Ar, beliau berkata bahwa salah satu muridnya yang sampai derajat ilmu syariatnya kepada Al Imam As Syafii adalah Al Imam Ahmad bin Zen Al Habsyi. Begitu juga rahasia kemuliaan sanad keguruan adalah merupakan wujud syukur kepada Allah subhanahu wata’ala, dan agar sempurna syukur kita kepada Allah subhanahu wata’ala maka selayaknya kita berpegang kepada tuntunan guru-guru kita sehingga rantai yang tersambung kepada guru-guru mereka sampai kepada pemimpin para guru, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, menjadi rantai kokoh yang tidak akan dapat diputus.

Hujjatul islam Al Imam Abdullah bin ‘Alawy Al Haddad, beliau berkata : “Walaupun mereka mengecewakan kami, kami tidak akan mengecewakan mereka”, demikian perkataan beliau kepada murid-muridnya dan kepada ummat ini, jika demikian mulia akhlak Al Imam Abdullah bin ‘Alawy Al Haddad maka terlebih lagi sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang telah digelari oleh Allah subhanahu wata’ala sebagai Rauuf Rahiim (Yang berlemah lembut dan berkasih sayang) kepada hamba-hamba yang beriman, sebagaimana firman-Nya :

لَقَدْ جَاءَكُمْ رَسُولٌ مِنْ أَنْفُسِكُمْ عَزِيزٌ عَلَيْهِ مَا عَنِتُّمْ حَرِيصٌ عَلَيْكُمْ بِالْمُؤْمِنِينَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ ( التوبة : 128 )

“Sesungguhnya telah datang kepada kalian seorang rasul dari kalian sendiri, yang teras berat terasa baginya penderitaan kalian, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagi kalian, sangat berlemah lembut dan penyayang terhadap orang-orang mukmin”. ( QS : At Taubah : 128 )

Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, semoga Allah mencukupkan musibah dari kita zhahir dan bathin, dari wilayah kita, bangsa kita, serta seluruh wilayah muslimin muslimat di barat dan timur, semoga Allah subhanahu wata’ala mengangkat segala penyakit yang menimpa kita dan semua saudara kita zhahir dan bathin, allahumma amin.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ




Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 7

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 7
Makna Kalimat الحمدلله
Senin, 28 Januari 2013




Hadirin yang dimuliakan Allah
Pembahasan kalimat (Bismillahirrahmanirrahim) telah selesai kita bahas pada majelis-majelis yang lalu, di malam ini akan kita lanjutkan dengan pembahasan kalimat (Al Hamdu Lillahi Rabbil’aalamin). Maka saya mewakili segenap guru yang hadir di sini, untuk sedikit menjelaskan makna kalimat (Alhamdulillah). Kalimat (Al Hamd) secara bahasa bermakna (At Tsanaa’ wa As Syukr) yaitu pujian. Adapun makna (Al Hamd) menurut ‘urf (kebiasaan) adalah suatu perbuatan yang dilakukan untuk mengagungkan atau memuliakan yang memberi kenikmatan, dimana perbuatan tersebut dapat berupa ucapan (Al Hamdulillah), atau dengan sekedar mengingat di hati tanpa diucapakan, dan bisa juga dengan berupa tulisan.

Maka segala perbuatan tersebut termasuk ke dalam makna (Al Hamd) selama maksudnya adalah memuji kepada Yang Maha Memberi Kenikmatan kepadanya atau kepada selainnya. Maka secara ringkas makna (Al Hamd) adalah suatu perbuatan utnuk memuji atau memuliakan yang memberi kenikmatan untuk diri kita atau untuk orang lain. Adapun kalimat (Al Hamd) tidak digunakan kecuali hanya untuk memuji Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala telah menyampaikan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam telah menyampaikannya kepada kita, yaitu hadits yang telah kita baca dimana hadits tersebut berkaitan dengan pembahasan kita dalam kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah.

Dimana maksud hadits tersebut adalah bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba-hambaNya. Sehingga ketika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala cemburu karena telah berbuat sesuatu yang tidak Allah sukai dan lebih memilih untuk berbuat sesuatu yang tidak disukai Allah daripada sesuatu yang disukai Allah subhanahu wata’ala.

Hadits ini menunjukkan keagungan rahasia cinta Allah subhanahu wata’ala, oleh karena itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyampaikan bahwa tidak yang lebih cemburu daripada Allah subhanahu wata’ala. Kita ketahui makna cemburu yaitu sebagai contoh seseorang mencintai orang lain , kemudian orang tersebut melihat orang yang dicintainya mencintai orang selainnya, maka muncullah rasa cemburu dari dalam diri orang yang mencintai itu. Allah subhanahu wata’ala sangat mencintai hamba-hambaNya sehingga Allah cemburu jika mereka mencintai selainNya, oleh karena itu Allah subhanahu wata’ala mengharamkan perbuatan dosa baik yang secara terang-terangan atau pun yang tersembunyi, karena Allah subhanahu wata’ala tidak menyukai jika seorang hamba melakukan sesuatu yang membuatnya jauh dari Allah subhanahu wata’ala, jauh dari cinta Allah subhanahu wata’ala, jauh dari kasih sayang Allah subhanahu wata’ala, karena lebih memilih melakukan sesuatu yang menjadikan seorang hamba mendekat dengan kemurkaan Allah subhanahu wata’ala. Maka hal ini menunjukkan bahwa Allah subhanahu wata’ala sangat Mencintai hamba-hambaNya, dimana jika seorang hamba berbuat dosa maka Allah subhanahu wata’ala menyiapkan pengampunan untuknya, dan jika Allah subhanahu wata’ala tidak mencintai hamba-hambaNya, maka ketika seorang hamba berbuat hal yang makruh sekali saja, maka hal itu cukup untuk membuatnya terlempar ke dalam jurang api neraka. Namun kenyaataannya dimana manusia telah banyak berbuat dosa baik dengan ucapan, perbuatan, penglihatan dan lainnya, tetapi Allah subhanahu wata’ala masih mengizinkan mereka untuk tetap hidup di dunia ini.

Ketika kita berbuat dosa dengan ucapan, maka Allah subhanahu wata’ala tidak menjadikan kita bisu sehingga tidak lagi bisa berbicara, begitu juga ketika kita berbuat dosa dengan mata atau penglihatan maka Allah subhanahu wata’ala tidak membutakan mata kita dari melihat, meskipun demikian bukan berarti bahwa Allah subhanahu wata’ala ridha akan hal tersebut sehingga membiarkannya begitu saja, akan tetapi Allah subhanahu wata’ala sangat cemburu melihat perbuatan-perbuatan dosa tersebut dilakukan oleh hamba-hambaNya. Sehingga ketika kita lebih mencintai kepada selainNya, maka Allah subhanahu wata’ala akan menjauhkan kita dariNya. Namun selama kita masih hidup di dunia ini, Allah subhanahu wata’ala masih akan terus membuka pintu taubat untuk kita kembali kepadaNya. Pintu taubat tidak pernah tertutup bagi setiap pendosa, cahaya pengampunan Allah subhanahu wata’ala selalu memanggil hamba-hambaNya untuk selalu kembali dan mendekat kepadaNya.

Kemudian disebutkan dalam hadits tersebut bahwa tiada yang lebih menyukai pujian dari selain Allah subhanahu wata’ala sehingga Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya sendiri. Mengapa Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian?, karena sebuah pujian tidaklah timbul kecuali dari rasa cinta. Allah subhanahu wata’ala tidak membutuhkan hamba-hambaNya, tidak pula membutuhkan pujian-pujian dari mereka, namun Allah subhanahu wata’ala memanggil dan mengundang mereka kepada cintaNya, sehingga Allah subhanahu wata’ala menyukai pujian dari hamba-hambaNya sebab pujian itu muncul dari adanya cinta pada diri mereka kepada Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya maka terlebih lagi kita yang sebagai hamba-hambaNya sepantasnyalah untuk senantiasa memujiNya.

Dengan seseorang memuji Allah subhanahu wata’ala maka hal itu merupakan tanda bahwa ia mencintai Allah subhanahu wata’ala. Dan dengan mencintai Allah subhanahu wata’ala maka seseorang akan dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, bahkan cinta Allah kepada hamba tersebut lebih besar dari cintanya kepada Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana firmanNya dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari:

مَنْ تَقَرَّبَ إِليَّ شِبْراً تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ ذِرَاعاً ، وَمَنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ ذِرَاعاً تَقَرَّبْتُ إِلَيْهِ بَاعاً وَمَنْ أَتَانِيْ يَمْشِيْ أَتَيْتُهُ هَرْوَلَةً

“ Barangsiapa yang mendekat kepadaKu ( Allah ) sejengkal maka Aku mendekat kepadanya satu hasta, dan barangsiapa yang mendekat kepadaKu satu hasta maka Aku mendekat kepadanya satu depah, dan barangsiapa yang datang kepadaKu dengan berjalan (perlahan-lahan) maka Aku akan mendatanginya dengan bergegas”

Maka jika seseorang mencintai Allah satu kali, Allah mencintainya sepuluh kali. Hal ini terbukti sebagaimana yang kita ketahui bahwa Allah subhanahu wata’ala melipatgandakan pahala dari satu amal baik menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat dan bahkan lebih. Demikian rahasia keagungan cinta Allah subhanahu wata’ala kepada hamba-hambaNya yang selayaknya difahami, yang merupakan berlian atau mutiara yang paling berharga dalam kehidupan hamba-hamba Allah subhanahu wata’ala. Dimana cinta Allah subhanahu wata’ala merupakan modal kita untuk mencapai kenikmatan dalam kehidupan yang kekal kelak di akhirat, dan menikmati cinta Allah subhanahu wata’ala.

Kita tadi telah mendengarkan dalam qasidah yang dilantunkan, dimana seseorang yang telah mencintai Allah subhanahu wata’ala tidak akan dapat menahan lisannya untuk berhenti dari memuji Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala menyatukan kita dan menjadikan kita kedalam kelompok mereka yang selalu banyak mengingat dan menyebut nama Allah subhanahu wata’ala. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dan hal ini teriwayatkan lebih dari 70.000 riwayat dimana kalimat الحمدلله (Alhamdulillah) memenuhi timbangan amal baik, sebagaimana yang dijelaskan di dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi, dan di dalam Syarah Shahih Muslim dan lainnya bahwa pujian kepada Allah subhanahu wata’ala merupakan salah satu ibadah yang dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala, sehingga dengan memuji Allah subhanahu wata’ala maka timbangan amal baik seorang hamba akan menjadi penuh, karena ia mencintai Allah subhanahu wata’ala hingga ia memujiNya, dan tiadalah perbuatan yang lebih agung dan mulia daripada cinta kepada Allah subhanahu wata’ala.

Disebutkan dalam sebuah riwayat yang tsiqah dimana ketika syaitan ingin mendekat dan mengganggu seseorang yang sedang melakukan shalat dan di tempat itu ada seseorang yang sedang tidur, maka syaitan berusaha untuk mendekat kepada orang yang sedang melakukan shalat itu namun ia tidak mampu untuk mendekat, kemudian ditanya oleh seorang nabi di zaman itu apa yang membuat syaitan itu tidak dapat mengganggu orang yang melakukan shalat tersebut, maka syaitan itu menjawab bahwa nafas orang yang sedang tidur itu membakarnya, sehingga syaitan itu tidak mampu menggoda orang yang sedang melakukan shalat, karena orang yang sedang tidur itu adalah hamba yang sangat mencintai Allah dan selalu dekat kepada Allah subhanahu wata’ala.

Sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, riwayat Shahih Al Bukhari bahwa syaitan ketika berjumpa dengan sayyidina Umar bin Khattab di sebuah jalan maka ia akan lari dan menghindar dari sayyidina Umar bin Khattab Ra. Kemudian dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa hal tersebut tidak hanya berlaku pada sayyidina Umar bin Khattab RA, namun banyak diantara para sahabat dan para shalihin yang telah mencapai pada derajat tersebut, dimana ketika syaitan melihat mereka maka syaitan itu akan lari dan menjauh dari mereka. Berbeda halnya dengan kita, dimana sebagian dari kita mungkin justru yang mengejar-ngejar dan memanggil syaitan, dimana diantara kita sering mengadakan acara-acara yang membuat syaitan datang, yang membuat musibah datang setelahnya. Semoga Allah subhanahu wata’ala mengangkat seluruh musibah baik musibah yang zhahir dan musibah yang bathin dari diri kita, dan wilayah kita amin allahumma amin.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Adapun kalimat ( Al Hamd : pujian ) memiliki 5 rukun yaitu, pertama (Al Haamid : orang yang memuji ), kedua ( Al Mahmuud : Dzat Yang dipuji ) yaitu Allah subhanahu wata’ala, ketiga( Al Mahmuud bihi : yang digunakan untuk memuji ) seperti pujian dengan lisan atau ucapan, dengan sanubari atau perbuatan dan lainnya, keempat ( Al Mahmuud ‘alaihi : sesuatu yang karenanya dipuji ), seperti kenikmatan yang dilimpahkan, dijauhkan dari musibah dan lainnya, dan kelima adalah ( As Shiighah : lafadz pujian ) sepeti kalimat “Alhamdulillah”. Jika dalam hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam disebutkan bahwa kalimat الحمدلله ? (Alhamdulillah) memenuhi timbangan (amal baik), maka menunjukkan begitu mulia dan luhurnya kalimat tersebut, terlebih lagi dengan kalimat at tauhid : لا إله إلا الله ( Laa ilaaha illallah ) yang pastinya lebih agung dan mulia. Namun kesimpulannya bahwa kalimat-kalimat agung dan dzikir-dzikir yang mulia itu pastilah di dalamnya terdapat nama الله , sehingga ketika kita bershalawat kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, hal itu bukan semata-mata dari kita akan tetapi kita meminta atau berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala, dimana disebutkan nama Allah subhanahu wata’ala, seperti ketika kita bershalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam kita mengucapkan :

اَللّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ..

“ Ya Allah limpahkanlah shalawat dan salam atas sayyidina Muhammad”

Maka shalawat kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam juga merupakan dzikir dan doa kepada Allah subhanahu wata’ala. Adapun hukum-hukum ( Al Hamd : pujian) ada 4, pertama hukumnya wajib seperti contoh membaca surat Al Fatihah dalam shalat dan lainnya dari hal-hal yang wajib, kedua hukumnya sunnah seperti memuji Allah dalam segala hal ketika mendapatkan kenikmatan, dijauhkan dari musibah dan lainnya, ketiga hukumnya makruh yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan hal-hal yang makruh, dan keempat hukumnya adalah haram yaitu jika mengucapkan Alhamdulillah setelah melakukan perbuatan haram. Dan kalimat (Alhamdulillah) tidak mempunyai hukum mubah, sebab setiap memuji Allah subhanahu wata’ala dengan ucapan -Alhamdulillah- (bukan diucapkan setelah melakukan perbuatan haram) pasti akan mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala, sedangkan makna dari hukum mubah adalah dimana suatu pekerjaan yang dilakukan atau ditinggalkan tidak mendapatkan pahala dari Allah subhanahu wata’ala.

Kemudian dalam hadits diatas disebutkan bahwa Allah subhanahu wata’ala memuji dzatNya, agar hamba-hambaNya mengetahui bahwa hanya Allah subhanahu wata’ala Yang berhak dipuji, mengapa?, karena hanya Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Mampu melimpahkan kenikmatan untuk hamba-hambaNYa di dunia dan di akhirat. Maka hal ini merupakan penyemangat dan dorongan kepada hamba-hambaNya untuk banyak memujiNya. Sehingga dengan banyak memuji maka berarti seseorang mencintai Allah subhanahu wata’ala dan dengan mencintaiNya maka ia akan dicintai oleh Allah subhanahu wata’ala. Dan dalam riwayat Shahih Muslim disebutkan oleh sebab itu Allah subhanahu wata’ala menciptakan surga, untuk hamba-hamba yang banyak memujiNya dan mereka adalah orang-orang yang mencintai Allah subhanahu wata’ala. Maka pada hakikatnya semua ketaatan kita yang didasari cinta kepada Allah subhanahu wata’ala adalah merupakan pujian kepada Allah subhanahu wata’ala. Kelanjutan pembahasan ini insyaallah akan kita lanjutkan di majelis malam Selasa yang akan datang.

Hadirin yang dimuliakan Allah
Di malam ini kita masih dalam keadaan sedih dan berkabung atas wafatnya ayahanda kita fadhilah As Sayyid Al Walid Al Habib Abdurrahman bin Ali Al Habsyi yang mana beliau selalu hadir bersama kita di majelis malam Selasa. Ketika majelis akbar malam 1 Januari yang lalu di Monas, beliau yang membaca doa Al Fatihah penutup. Pada acara Maulid akbar hari Kamis 12 Rabi’ul Awwal yang lalu di Monas beliau pun hadir, dan di malam harinya beliau terkena stroke, kemudian beliau wafat di malam Senin. Wafat beliau di bulan Rabi’ul Awwal, di mana di bulan ini juga Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam wafat. Insyaallah kita akan berziarah ke makamnya dan melakukan shalat disana, di malam ini kita juga akan melakukan shalat ghaib yang akan dipimpin oleh Al Habib Hud bin Muhammad Bagir Al Atthas. Shalat ghaib ini juga kita lalukan untuk almarhum H. Sanusi bin Mawardi ayah salah seorang aktifis majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang wafat dan dimakamkan di Depok, dan juga shalat ghaib akan kita lakukan untuk almarhum saudara Muhammad Fikri bin Ahmad bin Zen As Shaggaf yang wafat di Bangil Pasuruan, dimana ayahnya adalah aktifis majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam cabang Denpasar Bali.

Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala semoga Allah melimpahkan rahmat dan keberkahan seluas-luasnya kepada kita, mengampuni dosa-dosa kita serta melimpahkan kebahagiaan, keluhuran, kedamaian, ketenangan untuk kita semua, untuk wilayah dan bangsa kita, serta seluruh muslimin muslimat di barat dan timur. Serta doa mulia,, untuk saudara kita yang malam ini baru masuk Islam Muhammad Nur, semoga dilimpahi keluhuran dan kebahagian di dunia dan akhirat. Kita bermunajat dan memanggil nama Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, semoga Allah subhanahu wata’ala mengabulakan segala hajat kita dan menjauhkan kita semua dari musibah.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...

Ucapkanlah bersama-sama



يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ.








Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 6

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 6
Makna Kalimat الرحمنالرحيم
Senin, 21 Januari 2013





عَنْ زَيْدِ بْنِ أَسْلَمَ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ عُمَرَ، رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ : قَالَ: اللَّهُمَّ ارْزُقْنِي، شَهَادَةً، فِي سَبِيلِكَ، وَاجْعَلْ مَوْتِي، فِي بَلَدِ رَسُولِكَ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (صحيح البخاري)

Dari Zeyd bin Aslam, dari ayahnya, dari Umar Ra berdoa: “Wahai Allah, berilah aku mati syahid di jalan Mu (SWT), di kota Rasul Mu (SWT) (Madinah kota Nabi) Shallallah alayhi wa sallam” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الشَّهْرِ اْلعَظِيْمِ وَفِي الْجَلْسَةِ الْعَظِيْمَةِ نَوَّرَ اللهُ قُلُوْبَنَا وَإِيَّاكُمْ بِنُوْرِ مَحَبَّةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَخِدْمَةِ اللهِ وَرَسُوْلِهِ وَاْلعَمَلِ بِشَرِيْعَةِ وَسُنَّةِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وآلِهِ وَصَحْبِهِ وَسَلَّمَ.

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Yang Maha membangkitkan jiwa dengan keluhuran, dan tiada hal yang lebih luhur dari keridhaan Allah subhanahu wata’ala, hal itulah yang paling luhur dan hal itu disimpan oleh Allah subhanahu wata’ala pada sosok makhluk yang paling diridhai Allah, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Keridhaan Allah subhanahu wata’ala tersimpan pada setiap budi pekerti beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, tersimpan pada setiap ucapan-ucapan dan tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, kesemua hal itu adalah mutiara ridha Ilahi. Allah subhanahu wata’ala berfirman dalam hadits qudsi riwayat Shahih Al Bukhari, dan diceritakan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ketika penduduk surga dikumpulkan dan Allah subhanahu wata’ala bertanya kepada mereka : “Wahai hamba-hambaKu, maukah kalian Kuberi (kenikmatan) lebih dari semua ini?”, maka penduduk surga berkata : “Wahai Allah, kenikmatan apalagi yang melebihi semua ini, Engkau telah mengampuni dosa-dosa kami dan menjauhkan kami dari api neraka, dan Engkau telah memberikan kepada kami limpahan kenikmatan yang abadi, maka apalagi yang melebihi dari semua ini?!”, lalu Allah subhanahu wata’ala menjawab :

أُحِلُّ عَلَيْكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ أَسْخَطُ عَلَيْكُم أَبَداً

“Kuhalalkan (Kuberikan) untuk kalian keridhaanKu, dan Aku tidak akan murka kepada kalian selama-lamanya”

Maka jelaslah bahwa keridahaan Allah subhanahu wata’ala adalah puncak kenikmatan Ilahi yang melebihi segala kenikmatan-kenikmatan di surga, dan hal itu tersimpan pada budi pekerti sayyidina Muhammad rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam yang terlewati dalam siang dan malam beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam segala hal, yang diantaranya adalah bagaimana adab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam terhadap yang lebih tua, adab beliau terhadap tetangga, kerabat, keluarga, istri, dan anak-anak beliau shallallahu ‘alaihi wasallam, adab beliau shallallahu ‘alaihi wasallam kepada orang-orang yang dalam kesusahan, adab beliau terhadap ahli kitab (yahudi dan nasrani), dan lain sebagainya. Maka tuntunan-tuntunan beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dalam hal-hal tersebut adalah merupakan keridhaan Ilahi, alangkah indahnya nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan betapa Maha Indahnya Yang menciptakan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Allah subhanahu wata’ala. Sebagaimana jiwa-jiwa para sahabat dan seluruh orang-orang yang mulia yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, yang mana mereka selalu ingin dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik di masa kehidupan mereka di dunia, hingga setelah wafat pun mereka tidak ingin jauh dari nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, sebagaimana riwayat sayyidina Umar bin Khattab yang kita baca, dimana beliau berdoa dengan mengucapkan :

اَللّهُمَّ ارْزُقْنِيْ شَهَادَةً فِيْ سَبِيْلِكَ وَاجْعَلْ مَوْتِيْ فِيْ بَلَدِ رَسُوْلِكَ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Wahai Allah, anugerahilah aku mati syahid di jalanMu, dan jadikanlah kematianku di negeri (kota) utusanMu (Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”

Sayyidina Umar memohon kepada Allah subhanahu wata’ala agar meninggal syahid di jalan Allah subhanahu wata’ala, namun permohonan tersebut diiringi dengan permintaan yang lain yaitu meninggal syahid di negeri (kota) Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yaitu Madinah Al Munawwarah. Padahal seseorang yang mati syahid dimana pun maka akan tetap tergolong ke dalam kumpulan para syuhada’ (orang-orang yang meninggal syahid) dan merupakan kemuliaan dan keluhuran yang sangat besar, namun karena sayyidina Umar bin Khattab tidak ingin jauh dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam baik di masa hidup beliau atau setelah beliau wafat, sehingga beliau meomohon kepada Allah untuk diwafatkan di negeri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Allah subhanahu wata’ala mengabulkan doa sayyidina Umar bin Khattab, sehingga beliau tidak hanya wafat di kota Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam akan tetapi juga dimakamkan berdampingan dengan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dalam detik-detik akhir kehidupan beliau ketika sakaratul maut, di waktu shalat zhuhur dan dalam riwayat yang lainnya di waktu shalat asar datanglah orang yang akan membunuhnya kemudian langsung menghunuskan pedang ke perut sayyidina Umar bin Khattab, sehingga robeklah perut beliau, dan dalam keadaan demikian lantas beliau meminta susu untuk diminum, sebagaimana hal ini adalah sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dimana ketika beliau shallallahu ‘alaihi wasallam sedang sakit dan merasa lemah maka beliau shallallahu ‘alaihi wasallam meminta susu dan meminumnya. Dan hal tersebut dapat kita temui dalam kitab-kitab Syamaail Ar Rasuul shallallahu ‘alaihi wasallam, disana disebutkan bahwa diantara minuman-minuman yang disukai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam adalah susu, air buah-buahan dan air putih. Dan dijelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalani bahwa beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menyukai air buah-buahan atau bisa dinamakan jus dalam kehidupan kita di zaman sekarang. Maka sayyidina Umar bin Khattab Ra dalam keadaan perutnya yang telah terbelah beliau meminta susu kemudian meminumnya, akan tetapi susu itu setelah beliau minum maka tumpah keluar dari bekas luka di perutnya, lalu sayyidina Umar bin Khattab merasa bahwa ia dalam keadaan sakaratul maut, maka sayyidina Umar bin Khattab memerintah putranya untuk menemui sayyidah Aisyah Ra, istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk meminta izin kepada sayyidah Aisyah apakah beliau mengizinkan sayyidina Umar untuk dimakamkan dekat dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Dan ketika itu sayyidina Umar Ra berkata kepada putranya untuk menemuia sayyidah Aisyah dan menyampaikan salam kepada beliau dari Umar bin Khattab, dan melarang putranya untuk menyebut dihadapan sayyidah Aisyah dengan sebutan Amir Al mu’minin, karena saat itu beliau menganggap dirinya bukan lagi sebagai amir al mu’minin karena telah mengalami luka yang sangat parah, demikian yang disebutkan dalam riwayat Shahih Al Bukhari. Namun bukan berarti ketika beliau menyandang sebutan sebagai amir al mu’minin hal tersebut membuat beliau bersikap atau merasa sombong atau yang lainnya, namun beliau merasa tidaklah pantas dengan gelar amir al mu’minin untuk beliau ketika keadaan beliau sedang lemah dan sekarat. Maka sayyidina Umar bekata kepada putranya :“Temuilah ummul mu’minin sayyidah Aisyah dan sampaikan kepada beliau bahwa Umar menyampaikan salam kepada beliau dan meminta izin bolehkah ia dimakamkan berdekatan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam”, setelah mendengar kabar tersebut sayyidah Aisyah sedih dan menangis karena sayyidina Umar dalam keadaan sakaratul maut. Maka sayyidah Aisyah pun mengizinkan sayyidina Umar bin Khattab untuk dimakamkan berdampingan dengan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, meskipun tempat itu sebenarnya sayyidah Aisyah siapkan untuk makam beliau, namun karena amir al mu’minin sayyidina Umar bin Khattab yang meminta maka sayyidah Aisyah mengizinkannya. Kemudian putra sayyidina Umar segera kembali dan telah mendapati ayahnya telah tersengal-sengal dan ia berkata : “Telah diizinkan wahai amir al mu’minin”, maka sayyidina Umar berkata : “Demi Allah, tidak ada sesuatu yang lebih aku dambakan daripada agar aku dimakamkan berdekatan dengan makam Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam” . Demikian kuatnya cinta sayyidina Umar bin Khattab kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Syarah Kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah Karangan Al Imam Ahmad Bin Zain Al Habsyi

Makna kalimat (باسم الله ) telah kita bahas dalam pertemuan-pertemuan yang lalu. Selanjutnya adalah pembahasan tentang makna ( الرحمن الرحيم ). Sebagaimana dijelaskan jika kalimat ( باسم الله ) tidak dilanjutkan dengan kalimat ( الرحمن الرحيم ) maka alam semesta ini akan hancur dari kewibawaan nama Allah subhanahu wata’ala. Adapun makna ( الرحمن) adalah kenikmatan yang Allah subhanahu wata’ala berikan untuk seluruh makhluknya, dari manusia, hewan dan tumbuhan, manusia yang beriman atau pun yang kafir, manusia yang baik atau pun yang jahat di dunia. Adapun makna kalimat ( الرحيم) adalah kenikmatan dari Allah subhanahu wata’ala yang hanya diberikan kepada hamba-hamba yang beriman saja, seperti kenikmatan sujud, kenikmatan munajat dan doa, kenikmatan shalat berjamaah, kenikmatan shalat di masjid dan lainnya yang diberikan oleh Allah subhanahu wata’ala di dunia kemudian di akhirat diberi kenikmatan surga yang kekal dan abadi. Adapun kenikmatan yang diberikan kepada seluruh makhluk Allah dalam kehidupan di dunia seperti melihat, mendengar, berbicara, berjalan dan lainnya hal itu semua diberikan dari sifat Allah subhanahu wata’ala ( الرحمن), yang mana kenikmatan-kenikmatan tersebut Allah subhanahu wata’ala berikan kepada semua makhluknya baik yang taat atau pun yang tidak taat kepada Allah subahanahu wata’ala. Dan kita ketahui diantara kenikmatan-kenikmatan tersebut ada yang Allah cabut dari hamba-hambaNya dengan kehendakNya, seperti seseorang yang Allah jadikan tidak memiliki pendengaran sejak ia lahir, dan ada juga yang sejak lahir mungkin diberi pendengaran oleh Allah namun setelah beberapa tahun ia tidak lagi dapat mendengar, maka hal-hal seperti ini adalah terjadi atas kehendak dari Allah subhanahu wata’ala, demikianlah makna ( الرحمن الرحيم ). Sungguh segala kenikmatan yang pernah ada pada segala ciptaan Allah akan berakhir dan kemudian bersambung dengan kemuliaan kehidupan dan kenikmatan yang abadi yang dikehendaki Allah subhanahu wata’ala tersimpan dalam rahasia kemuliaan makna ( الرحمن الرحيم )., yang mana hal-hal itu pasti akan datang kepada kita semua. Setelah kehidupan dunia ini berakhir, kelak hanya ada 2 tempat yaitu surga dan neraka, tidak ada tempat lain selain keduanya. Yang harus selalu kita fikirkan adalah setelah kita wafat kelak dimanakah tempat kita?!. Renungkanlah, sejak kita bangun dari tidur hingga detik ini, manakah yang lebih banyak antara kita mengingat Allah dan mengingat selain Allah subhanahu wata’ala. Padahal satu detik pun terlewatkan untuk mengingat selain Allah subhanahu wata’ala hal itu telah cukup untuk melemparkan seseorang ke dalam jurang api neraka, bagaimana halnya jika waktu banyak yang terlewatkan untuk mengingat selain Allah subhanahu wata’ala, dan bagaimana halnya jika waktu-waktu terlewatkan tidak pernah mengingat Allah subhanahu wata’ala, wal’iyaadzu billah. Maka seluruh rahasia kemuliaan kenikmatan yang Allah berikan kepada makhluk-makhlukNya terdapat pada kalimat ( الرحمن الرحيم). Sebagaimana Allah subhanahu wata’ala memberikan pengampunan kepada hamba-hambaNya yang memohon pengampunan. Sungguh pengampunan Allah subhanahu wata’ala sangat murah dan mudah, hanya siapakah yang menginginkan dan mau meminta pengampunan tersebut. Allah Maha Mengetahui bahwa hamba-hambaNya selalu berbuat kesalahan dan dosa sebagaimana disebutkan dalam hadits qudsi :

يَا عِبَادِي إِنَّكُمْ تُخْطِئُونَ بِاللَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَأَنَا أَغْفِرُ الذُّنُوبَ جَمِيعًا فَاسْتَغْفِرُونِي أَغْفِرْ لَكُمْ

“Wahai hamba-hambaKu, seseungguhnya kalian selalu berbuat salah (dosa) di siang dan malam, dan Aku mengampuni dosa-dosa semuanya, maka mintalah pengampunan kepadaKu, Aku akan mengampuni kalian”

Allah Maha Mengetahui akan hamba-hambaNya yang senantiasa berbuat dosa di siang dan malam, namun banyak diantara mereka yang telah berbuat dosa akan tetapi tidak mau meminta pengampunan dari Allah subhanahu wata’ala. Maka rahasia kemuliaan kalimat ( باسم الله الرحمن الرحيم ) , sebagaimana dijelaskan oleh para imam seprti Al Imam At Thabari, Al Imam Ibn Katsir, Al Imam Qurthubi dan imam-imam yang lainnya, bahwa kemuliaan seluruh Al qur’an Al Karim tersimpan pada kalimat ( باسم الله الرحمن الرحيم ), maka kalimat ini menyimpan seluruh makna tuntunan Allah subhanahu wata’ala. Dalam kalimat tersebut tersimpan rahasia kenikmatan Allah subhanahu wata’ala, keagungan Allah subhanahu wata’ala, tuntunan Allah subhanahu wata’ala, perbuatan Allah kepada hamba-hamba yang baik atau hamba-hamba yang tidak baik, segala perintah dan larangan Allah subhanahu wata’ala dan lain sebagainya. Maka sampai disini kita telah selesai dari pembahasan makna ( باسم الله الرحمن الرحيم ). Pembahasan berikutnya kita lanjutkan pada majelis yang akan datang insyaallah.

Selanjutnya kita bermunajat kepada Allah subhanahu wata’ala, agar dijauhkan dari kita segala musibah, musibah yang zhahir dan musibah yang bathin. Kita tidak hanya memandang musibah yang zhahir saja, sebab musibah yang zahir juga disebabkan oleh musibah yang bathin yaitu dosa-dosa yang diperbuat, karena dosa-dosa itulah musibah-musibah muncul, maka kita yang telah berbuat dosa-dosa itu maka seakan-akan kita juga telah membuat musibah-musibah itu datang dan menimpa kita. Semoga Allah subhanahu wata’ala memaafkan dan mengampuni seluruh dosa-dosa kita dan semakin mempermudah kita untuk berbuat hal-hal yang luhur serta semakin mempermudah kita untuk meninggalkan perbuatan-perbuatan dosa. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala segera mengangkat musibah-musibah yang sedang menimpa kita, dan musibah-musibah mendatang yang akan menimpa kita, dan semoga Allah subhanahu wata’ala membimbing kita dalam menghadapi kehidupan kita. Ya Allah kami titipkan kepada namaMu yang terindah seluruh sisa kehidupan kami di masa mendatang di dunia dan akhirat, dan kami titipkan pada samudera pengampunanMu segala dosa-dosa kami, dosa ayah bunda kami, dosa keluarga dan kerabat kami, serta dosa-dosa saudara/i kami muslimin dan muslimat. Wahai Yang Memiliki dunia dan akhirat, kepada siapa kami memohon dan meminta selain kepadaMu. Engkaulah Yang Maha Abadi dan Maha Sempurna.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ








Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 5

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 5
Makna Kalimat بسم الله
Senin, 14 Januari 2013




Syarah Kitab Ar Risaalah Al Jaami’ah Karangan Al Imam Ahmad Bin Zain Al Habsyi

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda :

كُلُّ أَمْرٍ ذِيْ بَالٍ لَا يُبْدَأُ فِيْهِ بِاسْمِ اللهِ فَهُوَ أَبْتَر

“ Segala sesuatu (perbuatan) baik yang tidak diawali dengan “ Basamalah”, maka (amal itu) terputus (tidak bernilai di sisi Allah)”

Dan dalam riwayat lain فَهُوَ أَقطع (terpotong dari keberkahan) , dan dalam riwayat yang lainnya فَهُوَ أجذم (terpotong tangannya ). Di zaman sekarang jika bukan karena kasih sayang dan kelembutan Allah subhanahu wata’ala sungguh berapa banyak orang-orang yang akan terpotong karena terkena penyakit kusta, sebagaimana memulai banyak pekerjaan tanpa diawali dengan “Basmalah”, seperti ketika masuk rumah, keluar rumah, ketika akan tidur, bangun tidur, makan, minum dan lainnya. Lalu seseorang akan berkata, rumahku kemasukan syaitan, maka hal ini adalah hal yang biasa karena ketika akan masuk ke dalam rumah ia tidak mengucapkan “Basmalah”, dimana ketika seseorang masuk rumah tidak membaca “Basmalah” maka syaitan pun akan masuk bersamanya,



Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda : “Ketika kalian akan tidur, maka tutuplah pintu dan ucapkan Basmalah, sesungguhnya syaitan tidak dapat memasuki pintu yang terkunci”, karena pintu itu terkunci dengan “Bismillahirrahmanirrahim”, sehingga syaitan tidak bisa masuk meskipun dengan cara menembus pintu yang terkunci itu.

Oleh karena itu perbanyaklah mengucapkan Basmalah dalam setiap perbuatan, sungguh “Basmalah”adalah kalimat yang agung dan luhur. Lafazh بِسْمِ telah kita bahas dalam mejelis-majelis yang lalu. Adapun lafazh الله , yang terdiri dari huruf alif ( ا ) yang bermakna tunggal , lam ( ل ) yang berarti“Lillah” ( لِله ) yaitu milik Allah, kemudian tersisa huruf “lam dan ha’ ( ل، هـ ) yaitu ( لَهُ ) yang bermakna “milikNya, milik Allah, atau untuk Allah”, dan huruf yang terakhir adalah huruf ha’ ( ــهُ ) sebagaimana yang banyak diajarkan oleh para ulama’ kepada murid-muridnya dzikir dengan lafazh ( ـهُ) atau يا هو .

Demikianlah keagungan lafazh ( الله) , dimana kita semua tidak pantas untuk menterjemahkannya. Kemudian penjelasan lafazh ( الرحمن) insyallah kita lanjutkan di majelis yang akan datang.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا

....


Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ






Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 4

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 4
Makna Kalimat بسم الله
Senin, 07 Januari 2013



Pembahasan di malam ini masih dalam pembahasan “Basmalah”. Dijelaskan oleh Al Imam At Thabari bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan Basmalah sebagai “Al Barakah wa al-aml”. Barakah maksudnya adalah melipatgandakan pahala dan kemuliaan lebih dari yang semestinya. Maka dengan mengucapkan “Basmalah”, terbukalah seluruh pintu-pintu kemuliaan yang pernah dibuka oleh Allah subhanahu wata’ala dan pintu-pintu yang belum terbuka oleh Allah subhanahu wata’ala untuk hamba tersebut, karena dengan kalimat “Bismillah” yaitu dengan nama Allah sungguh sesuatu itu bisa terjadi atau tidak bisa terjadi. Kalimat tersebut (Bismillah) terikat dengan kalimat “Kun Fayakun”, dan jika Allah subhanahu wata’ala tidak menciptakan “Ar Rahmaan dan Ar Rahiim” setelah kalimat itu (Bismillah) maka sungguh di alam semesta ini tidak akan ada satu pun yang bisa bermaksiat kepada Allah subhanahu wata’ala, akan tetapi kesemuanya akan tunduk dan sujud kepada Allah subhanahu wata’ala, namun setelah kalimat itu Allah subhanahu wata’ala melanjutkannya dengan kalimat “Ar Rahmaan dan Ar Rahiim”. Kalimat “باسم“ telah kita bahas minggu yang lalu, bahwa makna dari huruf “ب“ adalah “بهاء الله“ yaitu kewibawaan Allah, dan “س“ adalah “سناؤه“ yaitu cahaya Allah subhanahu wata’ala, dan “م“ adalah “مملكته“ yaitu kerajaan Allah. 

Makna kalimat “Allah” sebagaimana yang terdapat dalam tafsir Al Imam At Thabari adalah tempat mengadu atau tempat mencari perlindungan bagi manusia, dan makna ringkasnya kalimat “Allah” adalah gerbang harapan yang abadi, bagi semua hamba yang shalih atau yang pendosa, bagi semua penduduk surga atau penduduk neraka. Jika semua manusia mengetahui bahwa Allah subhanahu wata’ala adalah gerbang harapan bagi seluruh makhluk, maka apalah gunanya berharap kepada selain Allah subhanahu wata’ala. Namun karena lemahnya iman, terkadang kita menjadikan “Allah” yang terakhir untuk diharapkan, ketika seseorang telah berusaha kesana kemari dan tidak ada hasil dan tidak ada yang dapat membantunya, barulah ia berlari kepada Allah subhanahu wata’ala. Padahal jika sang pencipta seluruh hajat tidak memberinya maka tidak satu makhluk pun yang akan mampu memberi atau menolongnya. Juga telah kita sebutkan dalam penjelasan yang lalu bahwa alam semesta ini tertahan dari kehancuran selama ada yang menyebut nama Allah subhanahu wata’ala, sebagaimana yang terdapat dalam riwayat Shahih Muslim. Maka peganglah azimat terkuat dan teragung yang ada di alam semesta ini, yang mana jika seseorang memegang erat dengan hatinya maka alam semesta ini akan tunduk, karena ia tidak akan hancur selama masih ada yang menyebutnya, dan lebih mendalamnya lagi bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan orang yang berdzikir dengan menyebut nama “Allah Allah” sebagai penahan bala’ atau musibah, maka beruntunglah bagi mereka yang terus mendalami dan merenungi agungnya makna nama Allah subhanahu wata’ala, yang artinya adalah gerbang harapan. Dijelaskan pula oleh Al Imam At Thabari bahwa makna kalimat “Allah“ adalah: “Dzat Yang (layak) disembah dan tidak layak menyembah”.

Allah subhanahu wata’ala adalah satu-satunya dzat yang layak disembah dan Allah subhanahu wata’ala tidak layak menyembah siapa pun. Demikian kemahatunggalan Allah subhanahu wata’ala yang semakin mendalam dengan semakin kita mempelajari rahasia kemuliaan tauhid ini. Kemudian ungkapan “Basmalah” mempunyai hukum, sebagaimana para ahli fiqh menyebutnya sebagai “Ahkaam Al Basmalah (Hukum-hukum Basmalah)”, yang mana terdapat 4 hukum dari pengucapan “Basmalah” yaitu: wajib, sunnah, makruh, dan haram. 

Yang pertama hukumnya adalah wajib, sebagaimana dalam madzhab Syafi’i bahwa “Basmalah” adalah merupakan ayat dari surat Al Fatihah, sehingga wajib hukumnya dibaca dalam surat Al Fatihah ketika shalat. Sedangkan terdapat madzhab lain yang berpendapat bahwa “Basmalah” bukanlah termasuk ayat dari surat Al Fatihah namun sebagai tambahan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam saja, akan tetapi hal ini dipertentangkan oleh para ulama’ madzhab Syafii, sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Imam An Nawawi bahwa jika “Basmalah” itu bukanlah merupakan ayat dari Al qur’an, mengapa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan “Basmalah” di seluruh surat-surat dalam Al qur’an kecuali dalam surat At Tawbah? Maka hal ini menunjukkan bahwa “Basmalah” merupakan awal dari semua ayat Al qur’an, jika bukan merupakan awal dari semua surat Al qur’an maka seharusnya surat At Tawbah pun diawali dengan “Basmalah”. Sedangkan penetapan surat-surat dan ayat-ayat dalam Al qur’an adalah atas perintah dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu mengapa kita harus memotong kalimat “Basmalah” dari surat Al Fatihah. Dan sebagaimana bahwa surat Al Fatihah juga disebut sebagai “Sab’u Al Matsaani” yaitu 7 ayat mulia yang dilang-ulang. Namun pendapat yang mengatakan bahwa “Basmalah” bukan merupakan ayat dari surat Al Fatihah yaitu dikarenakan ada beberapa riwayat shahih bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengajarkan surat Al Fatihah tanpa “Basmalah”. 

Hukum kedua pengucapan “Basmalah” adalah sunnah yaitu diucapkan ketika mengerjakan hal-hal yang sunnah seperti berwudhu dan lainnya, begitu juga ketika ketika mengerjakan perbuatan-perbuatan mubah (bukan ibadah) namun diawali dengan mengucapkan “Basmalah”, maka hal tersebut akan mendapatkan pahala ibadah, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam setiap perbuatannya selalu diawali dengan ucapan “Basmalah”. 

Ketiga hukumnya makruh ketika mengucapkan “Basmalah” dalam melakukan perbuatan yang makruh. Keempat hukumnya haram ketika “Basmalah” diucapkan untuk melakukan perbuatan yang haram. Pembahasan selanjutnya insyaallah kita lanjutkan malam Selasa yang akan datang.

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ






Lintas Islam

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 3

Penjelasan Kitab Arrisalatul Jami'ah Bagian 3
Makna “Basmalah”

Senin, 24 Desember 2012



Melanjutkan pembahasan minggu lalu tentang makna “Basmalah”, yaitu Bismillahirrahmaanirrahim, di mana kalimat tersebut terangkai atau tersusun dari 19 huruf, dan telah kita bahas akan makna-makna dari 19 huruf tersebut. Dan terdapat juga makna lain bahwa jumlah pintu neraka terdapat 19 pintu, dan setiap pintu itu dijaga oleh malaikat Zabaniah sebanyak 19 malaikat sebagaimana yang disebutkan di dalam firman Allah subhanahu wata’ala QS. Al Muddatssir. Disebutkan dalam tafsir Al Imam Qurthubi bahwa sayyidina Ali bin Abi Thalib kw berkata terhdap seseorang yang sedang menulis basmalah: “Perindahlah tulisannya (lafazh basmalah) maka Allah subhanahu wata’ala akan mengampuni dosamu”. Adapun maksud memperindah disini adalah memperindah dengan niat, dan menikmati betapa indahnya Allah subhanahu wata’ala, serta mengagungkan Allah subhanahu wata’ala. 

Teriwayatkan juga bahwa sayyidina Ali Zainal Abidin As Sajjad ibn Husain ibn Ali ibn Abi Thalib, cucu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Jika kalian ingin selamat dari 19 malaikat zabaniah yang menjaga pintu neraka yang senantiasa memanggil nama-nama para pendosa, maka perbanyaklah membaca Bismillahirrahmaanirrahim” karena kekuatan malaikat Zabaniah sebagaimana disebutkan dalam salah satu riwayat bahwa ia memiliki 70.000 tangan, sehingga tangannya itu dapat mengambil 70.000 pendosa untuk dilemparkan ke neraka. Dan disebutkan dalam sebuah riwayat yang shahih bahwa Allah subhanahu wata’ala menjadikan bentuk tubuh mereka menjadi sangat besar, sehingga gigi geraham mereka seperti gunung uhud dan dimasukkan ke dalam neraka, tempat orang-orang yang dimurkai Allah subhanahu wata’ala. Adapun kekuatan malaikat Zabaniah setiap kali akan melemparkan para pendosa, malaikat itu bermula dari ucapan bismillahirrahmanirrahim sehingga bergeraklah 70.000 tangannya untuk mengambil 70.000 pendosa dan dimasukkan ke dalam neraka, begitu juga kekuatan api neraka berasal dari lafazh bismillahirrahmanirrahim. Sehingga Al Imam Ali Zainal Abidin berkata jika seseorang ingin selamat dari malaikat zabaniyah dan selamat dari panggilan api neraka maka perbanyaklah mengucapkan bismillahirrahmanirrahim. Hamba-hamba shalih yang beriman yang ketika akan melintas di jembatan (Shiraat), maka api neraka jahannam berteriak: “ Melintaslah secepatnya wahai hamba Allah, cahaya kalian membakarku”

Cahaya yang ada pada hamba-hamba tersebut adalah cahaya dari sunnah dan tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, cahaya sujud, cahaya ruku’, yang merupakan cahaya ibadah yang termulia dari segenap ibadah, yaitu cahaya shalat yang mana diawali dengan Bismillahirrahmanirrahim. Maka cahaya hamba-hamba Allah yang mulia tersebut justru mampu membakar api neraka, demikian rahasia kemuliaan para shalihin, semoga kita termasuk ke dalam golongan mereka yang melintasi jembatan shirat tanpa melihat atau mendengar deruan api neraka, sebab begitu cepatnya melintas di jembatan shirat.

Allah subhanahu wata’ala berfirman :

إِنَّ الَّذِينَ سَبَقَتْ لَهُمْ مِنَّا الْحُسْنَى أُولَئِكَ عَنْهَا مُبْعَدُونَ ، لَا يَسْمَعُونَ حَسِيسَهَا وَهُمْ فِي مَا اشْتَهَتْ أَنْفُسُهُمْ خَالِدُونَ

( الأنبياء : 101-102 )

Sesungguhnya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka, mereka tidak mendengar sedikit pun suara api neraka, dan mereka kekal dalam menikmati apa yang diingini oleh mereka. ”. ( QS. Al Anbiyaa : 101-102 )

Mereka adalah orang-orang yang senantiasa meminta kepada Allah subhanahu wata’ala husnul khatimah, yaitu wafat dalam keadaan yang baik dan dalam ikatan kuat Laa ilaaha illallah Muhammadun Rasulullah. Di mana mereka akan dijauhkan dari api neraka bahkan mereka tidak akan mendengar desis api neraka apalagi gemuruhnya, padahal gemuruh api neraka terdengar dari 100 tahun perjalanan. Mereka adalah orang-orang yang mencintai Allah subhanahu wata’ala dan sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Beliau bersabda :

اَلْمَرْءُ مَعَ مَنْ أَحَبَّ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ

Seseorang bersama orang yang dicintainya di hari kiamat

Maka seharusnyalah seorang muslim menjadikan idolanya adalah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Dijelaskan di dalam tafsir At Thabari bahwa Allah subhanahu wata’ala sebelum mengajarkan hukum-hukum syariat, yang berupa perintah atau larangan dan lainnya maka hal tersebut terlebih dahulu diawali dengan kalimat basmalah: bismillahirrahmanirrahim. Oleh sebab itu sebagaimana yang terdapat dalam hadits-hadits bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengucapkan Basmalah dalam setiap gerak-gerik beliau shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun dalam perbuatan dosa atau maksiat janganlah diawali dengan basmalah. 

Karena seseorang yang senantiasa mengucapkan basmalah dalam setiap perbuatannya (bukan maksiat) maka berarti ia telah mengawali ibadah atau perbuatannya dengan hal yang diridhai Allah subhanahu wata’ala, yaitu nama Allah subhanahu wata’ala, sehingga setiap perbuatan yang dilakukan terikat dengan keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Dengan makna yang lebih dalam bahwa selayaknya setiap orang tidak melakukan suatu perbuatan kecuali diawali dengan basmalah, yang seakan-seakan ia berkata: “Aku tidak memulai sesuatu perbuatan kecuali dengan nama Mu Ya Allah, awal dari setiap perbuatanku selalu dengan nama-Mu Ya Allah”. 

Disebutkan dalam salah satu riwayat yang tsiqah yang disampaikan oleh guru mulia Al Musnid Al Arif billah Al Habib Umar bin Hafizh tentang salah satu hikayah dimana seorang wanita shalihah yang senantiasa mengucap Basmalah dalam segala perbuatannya, sehingga seorang tetangganya merasa jengkel dengan perbuatannya dan menanyakan kepadanya mengapa ia selalu mengulang-ulang kalimat tersebut, maka wanita itu menjawab bahwa jika akan terjadi musibah dan aku selalu mengucap Basmalah dalam setiap perbuatan tersebut maka Allah subhanahu wata’ala akan menjauhkan musibah tersebut dariku. Maka tetangganya itu berniat buruk kepadanya, kemudian ia menghadiahkan kepadanya panci yang berisi makanan yang telah diberi racun, untuk menguji apakah ucapan wanita tersebut benar bahwa ia akan dijauhkan dari musibah sebab bacaan basmalah. Kemudian wanita itu membawa panci yang berisi makanan itu ke rumahnya dan membuka tutup panci tersebut dengan mengucapkan Basmalah, yang kemudian Allah subhanahu wata’ala merubahnya menjadi makanan yang nikmat. Kemudian wanita itu keluar menemui tetangga yang memberinya hadiah makanan itu dan berterima kasih kepadanya karena telah memberinya makanan yang nikmat, maka tetangga itu terkejut dan heran kemudian berkata: “Bagaimana engkau menyukai makanan yang aku berikan kepadamua?”, lalu wanita itu masuk ke dalam rumahnya, mengambil dan menunjukkan makanan itu kepada tetangganya, tetangga itu pun kaget dari keagungan kalimat Bismilllahirrahmanirrahim. 

Al Imam At Thabari berkata bahwa nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam selalu mengawali dengan basmalah dalam setiap gerak-geriknya, maka selayaknyalah kita mencontoh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengawali dengan Bismillahirrahmanirrahim dalam setiap gerak gerik kita, selain perbuatan dosa atau maksiat. Sehingga perbuatan-perbuatan mubah yang kita lakukan akan mendapatkan pahala sebab diawali dengan basmalah, yang mana perbuatan-perbuatan tersebut berarti terikat dengan nama dan keridhaan Allah subhanahu wata’ala. Semoga Allah subhanahu wata’ala melimpahkan kepada kita cahaya keluhuran Bismillahirrahmanirrahim.

Al Imam At Thabari juga berkata bahwa makna kalimat باسم , huruf ب bermakna بهاء الله (kewibawaan Allah), س bermakna سناؤه (cahaya Allah), dan م bermakna مملكته ( Kerajaan Allah). Di mana Allah subhanahu wata’ala memulai alam ini dari tiada, yang ada hanya kewibawaan Allah subhanahu wata’ala. Kemudian Allah subhanahu wata’ala menciptakan seluruh alam semesta dengan cahaya-Nya sehingga terciptalah kerajaan Allah subhanahu wata’ala. Demikianlah kejadian alam semesta dari tiada, dan hal tersebut dipadu oleh Allah dalam kalimat باسم yang kemudian dipadu dengan lafazh aljalalah الله . Itulah sebagian dari rahasia keagungan makna kalimat باسم الله yang bermakna “demi/dengan nama Allah”, atau “nama Allah” sedangkan huruf ba’ hanya sebagai huruf tambahan saja. Majelis yang akan datang insyaallah akan kita bahas tentang makna lafzh aljalaalah (الله).

***************

Selanjutnya berkaitan dengan adanya pertanyaan akan hukum mengucapkan selamat hari natal bagi kaum muslimin, hal tersebut tidak diharamkan secara mutlak akan tetapi kembali kepada niat masing-masing, jika niat seseorang yang mengucapkan selamat hari natal adalah bermaksud dengan selamat lahirnya nabi Isa bin Maryam (bukan Yesus/ tuhan kaum non muslim) maka hal tersebut diperbolehkan, sebagaimana ucapan nabi Isa dalam firman Allah subhanahu wata’ala :

وَالسَّلَامُ عَلَيَّ يَوْمَ وُلِدْتُ وَيَوْمَ أَمُوتُ وَيَوْمَ أُبْعَثُ حَيًّا

( مريم : 33 )

Dan kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku, pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali"

Pendapat banyak orang yang mengatakan bahwa tanggal 25 Desember bukanlah hari kelahiran nabi Isa, namun hal itu adalah rekayasa dari Kaisar Romawi atau yang lainnya, namun terlepas dari hal itu diperbolehkan mengucapkan selamat kelahiran semua para nabi dan rasul di hari mana pun dan kapan pun, terlebih lagi hari kelahiran nabi termulia nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam 12 Rabi’ Al Awwal. Adapun jika dari ucapan selamat hari natal itu bermaksud untuk menghormati kelahiran nabi yang dianggap sebagai putra tuhan, maka hal ini hukumnya haram. Dan hal ini telah disampaikan oleh guru mulia kita Al Habib Umar bin Muhammad Al Hafizh ketika majelis di Senayan 2 tahun yang lalu tanggal 31 Desember 2010. 

Begitu juga hal-hal yang perlu kita perjelas dan harus dihindari oleh kaum muslimin adalah terompet di tahun baru, maka jauhkanlah hal tersebut dari kita, anak-anak kita, keluarga dan kerabat kita, karena jika seorang muslim yang meniupnya maka berarti sebagai tanda kemenangan non muslim atas umat muslimin, tanda kekalahan iman kita adalah dengan memuliakan hal-hal yang dimuliakan oleh orang-orang yang tidak menyembah Allah subhanahu wata’ala dan hal tersebut dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala. Kelak akan ditunjukkan di padang mahsyar, ketika nama-nama mereka dipanggil oleh Allah subhanahu wata’ala, dan malaikat mengangkat mereka dengan setinggi-tingginya dan berkata inilah wajah-wajah manusia yang memuliakan sesuatu yang dihinakan oleh Allah subhanahu wata’ala dan menghinakan hal-hal yang dimuliakan Allah subhanahu wata’ala, sehingga berjatuhan kulit wajah-wajah itu dari rasa malu kepada Allah subhanahu wata’ala akan perbuatannya di dunia. Maka jauhkanlah anak-anak dan keluarga serta kerabat kita dari meniup terompet di malam tahun baru. 

Insyaallah di malam tahun baru yang akan datang 31 Desember 2012 majelis dan dzikir akbar akan dilaksanakan di Monas yang akan dimulai jam 20.15 Wib dan berakhir pada 22.30 Wib. Majelis dan dzikir seperti ini sudah selayaknya untuk kita lestarikan sebab kebaikan-kebaikan yang ada dan muncul darinya, sebagaimana ucapan bapak menteri sekretaris negara bahwa dzikir akbar seperti ini merupakan sesuatu yang baik sehingga beliau mendukung penuh acara-acara seperti ini, karena dalam perkumpulan tersebut ratusan ribu pemuda pemudi yang hadir, jika jumlah pemuda pemudi ratusan ribu itu di malam tahun baru dilepas, maka tidak sedikit dari mereka yang akan melakukan maksiat seperti berjudi, mabuk-mabukan, berzina dan lainnya. Dimana di malam tahun baru itu adalah malam paling banyak terjadinya perzinaan, perjudian, atau minum-minuman keras yang tidak hanya dilakukan oleh kaum non muslim akan tetapi juga dilakukan oleh kaum muslimin yang ikut merayakannya, padahal hari itu bukanlah hari raya ummat muslimin. Dan yang sangat disayangkan di malam tahun baru itu berapa banyak jumlah uang yang dikeluarkan untuk membeli petasan, bisa mencapai ratusan juta atau mungkin mencapai milyaran rupiah untuk hal tersebut, padahal masih banyak saudara-saudara kita yang tidak bisa makan setiap hari, mungkin hanya bisa makan dua hari sekali, yang tinggal di rumah yang terbuat dari koran, dan berapa banyak saudara-saudara kita yang sumber kehidupannya adalah mengais dari sampah, betapa mulianya jika harta itu digunakan untuk membantu mereka daripada hanya untuk membeli petasan. 

Dan acara dzikir di malam tahun baru yang akan datang telah disetujui dan didoakan oleh guru mulia Al Musnid Al Arif billah Al Habib Umar bin Muhammad Al Hafizh, kemudian setelah saya minta kepada beliau untuk memberikan sambutan langsung lewat streaming, beliau menjawab akan mencoba untuk mencari waktu yang tepat, maka kemungkinan bisa dengan streaming siaran langsung atau dengan rekaman, namun kita berharap semoga kita bisa mendapatkan sambutan langsung dari beliau via streaming amin allahumma amin, dan di malam itu kita akan berdzikir dengan lafazh يا الله 1000x dengan tujuan untuk keselamatan kita, keselamatan bangsa dan wilayah kita, serta keselamatan seluruh muslimin dan muslimat di segala barat dan timur. Dan semoga Allah subhanahu wata’ala menjaga Jakarta ini dari derasnya hujan yang membawa musibah atau bencana. Tidak ada yang mampu mengatasi hal ini kecuali Allah subhanahu wata’ala. Allah subhanahu wata’ala Maha Mampu menahan air hujan dan menahan banjir, dan jika Allah menghendaki maka Allah suhanahu wata’ala akan menurunkan hujan seterusnya, sebagaimana Allah subhanahu wata’ala pernah menenggelamkan seluruh permukaan bumi di masa nabi Nuh As. Namun ketika banyak para pendoa, banyak perkumpulan-perkumpulan dzikir, majelis-majelis ta’lim, maka hal seperti ini membawa kebahagiaan di dunia dan akhirat, sebaliknya perkumpulan-perkumpulan dosa dan maksiat akan membawa musibah di dunia dan akhirat. 

Oleh sebab itu berkaitan dengan perayaan malam tahun baru kita mengingat apa yang telah disampaikan oleh guru mulia 2 tahun yang lalu, bahwa mereka yang berada dalam kemaksiatan agar dinasihati dengan kelembutan dan kasih sayang. Adapun terhadap orang-orang yang tidak kita kenali maka cukuplah dengan ucapan salam dan sapaan yang ramah, karena hal itu akan menusuk hatinya dan membuat ia malu. Sebagaimana banyak orang yang dalam kemaksiatan kemudian ia bertobat sebab diperlakukan dengan baik dan ramah oleh orang lain atau sebab perbuatan baik orang lain terhadapnya. Misalnya seseorang yang sedang berbuat judi, kemudian lewat seseorang yang berpakaian islami menyapa dan mengucapkan salam kepadanya, maka hatinya akan terpukul dan mungkin berkata pada dirinya: “Aku sedang dalam perbuatan maksiat dan aku ingin tobat dan ingin seperti dia”, maka saat itu muncul keinginan tobat dalam dirinya.

Selanjutnya takbir akbar malam Ahad yang akan datang bertempat di markas Majelis Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di Cikoko Barat, kemudian kita akan konvoi untuk ziarah. Dan kita ucapkan terima kasih kepada aparat keamanan dari polsek Pancoran yang turut mangamankan acara ini, begitu juga para habaib dan ulama’, para sesepuh serta semua jamaah yang menyaksikan acara langsung atau melalui streaming website www.majelisrasulullah.org, semoga kesemuanya dalam limpahan rahmat dan kebahagiaan. Selanjutnya kita berdzikir memanggil nama Allah subhanahu wata’ala yang penuh rahmat dan keluhuran yang senantiasa melimpahkan kepada hamba-hambaNya di setiap waktu dan zaman, Yang Maha memilki masa depan kita di dunia dan akhirat dan Maha menentukannya.

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا


Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ اللهُ اْلعَظِيْمُ الْحَلِيْمُ...لاَ إِلهَ إِلَّا الله رَبُّ اْلعَرْشِ اْلعَظِيْمِ...لاَ إِلهَ إلَّا اللهُ رَبُّ السَّموَاتِ وَرَبُّ الْأَرْضِ وَرَبُّ اْلعَرْشِ اْلكَرِيْمِ...مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ،كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ .





Lintas Islam