Islam Untuk Semua Umat

Friday, November 29, 2013

Doktrin Militer Baru Amerika "Mencari Musuh": Mengancam Cina

Drone
Doktrin baru Militer Amerika Serikat "Mempertahankan Kepemimpinan Global AS: Prioritas Pertahanan abad 21", yang secara resmi diluncurkan pada bulan Januari, merupakan indikasi yang jelas bahwa fokus Washington telah sekali lagi bergeser ke China dan wilayah Asia Pasifik. AS tidak benar-benar memalingkan pandangannya dari wilayah tersebut karena berperang di Irak dan Afghanistan. Hampir setengah dari jet tempur Angkatan Udara AS F-22 telah berbasis di wilayah Asia Pasifik. Dua kapal induk AS selalu berada di sekitar wilayah tersebut. Sebanyak 22.000 tentara AS berbasis secara permanen di Korea Selatan. Pada laporan empat tahunan tahun 2006, Pentagon telah mengalokasikan enam kapal induk dan 60 persen dari kapal selam AS ke Pasifik. Washington telah menyetujui kesepakatan senjata $6 juta dengan Taiwan meskipun mendapatkan tentangan keras dari Cina. Sebelum strategi Pentagon yang baru diumumkan, Presiden Barack Obama telah mengumumkan penempatan secara permanen pasukan AS di Australia.

Tetapi dengan berakhirnya pendudukan Irak dan dimulainya proses yang mulai menurun di Afghanistan, AS ingin mengidentifikasi musuh baru untuk dilawan. Kepentingan ekonomi dan keamanan Amerika, dokumen Pentagon tahun 2012 menekankan, adalah "terkait erat dengan perkembangan pada busur membentang dari Pasifik Barat ke Asia Timur ke dalam Samudera Hindia dan wilayah Selatan". AS, menurut doktrin baru, "akan selalu menyeimbangkan wilayah Asia Pasifik".

Obama, yang hadir ketika dokumen ini dirilis pada tanggal 5 Januari, membuatnya sebagai point untuk mengingatkan dunia bahwa meskipun anggaran pertahanan telah dipangkas, anggaran pertahanan AS masih akan terus tetap lebih tinggi dari anggaran pertahanan gabungan dari 14 militer terbesar berikutnya di dunia. "Selama 10 tahun ke depan, pertumbuhan anggaran pertahanan akan melambat, namun faktanya adalah ini: ia akan tetap tumbuh," katanya kepada media di Washington.

Doktrin terbaru Pentagon mengidentifikasi Cina sebagai musuh AS yang harus dihadapi. "Dalam jangka panjang, munculnya Cina sebagai kekuatan regional akan memiliki potensi untuk mempengaruhi perekonomian AS dan keamanan kita dalam berbagai cara... AS akan terus melakukan berbagai investasi untuk memastikan bahwa kami menjaga akses regional dan kemampuan untuk beroperasi secara bebas," dokumen menyatakan. "Pertumbuhan kekuatan militer Cina harus disertai dengan kejelasan niat strategis dalam rangka untuk menghindari terjadinya gesekan di kawasan itu." Meskipun pejabat AS terus mengomel tentang ancaman Cina, mereka mengakui bahwa negara ini jauh dari mencapai setiap jenis paritas dalam kemampuan militer dengan AS.

Dokumen itu menyoroti upaya pemerintah AS untuk terus membentuk aliansi militer yang lebih kuat dengan Jepang, Korea Selatan, Filipina dan Indonesia. Upaya sedang dilakukan untuk mengikat India dan Vietnam ke dalam aliansi anti-Cina. Dokumen mengkhususkan India, menggambarkannya sebagai "jangkar regional dan penyedia keamanan untuk wilayah Samudera Hindia yang lebih luas". Militer AS telah melakukan latihan bersama dengan rekan-rekan India dan Vietnam mereka untuk beberapa tahun saat ini.

Amerika Serikat telah mencabut larangan kerja sama militer dengan Pasukan Khusus "Kompas" (mungkin maksudnya Kopassus - pen) Indonesia. Banyak negara-negara lain di kawasan ini, seperti Singapura, Thailand, Filipina dan Australia, telah menjadi sekutu militer AS untuk waktu yang lama. Tetangga Cina lainnya, Myanmar, tampaknya bergegas ke dalam pelukan strategis dengan Barat.

AS menginginkan Pasifik tetap menjadi sebuah "danau Amerika" dan pada saat yang sama memastikan akses bebas ke kapal perangnya melalui titik kunci di Asia, apakah ia Selat Hormuz atau Selat Malaka. Dokumen Pentagon baru pada beberapa kesempatan menyebutkan tekad AS untuk memastikan "aliran bebas barang" dan "akses kebutuhan umum global". Tak lama setelah dirilis, sebuah think tank Amerika yang berpengaruh yang dekat dengan pemerintahan Obama, the Centre for a New American Society (CNAS), menyerukan Washington untuk memburu kebijakan "keutamaan koperasi" di Laut Cina Selatan untuk melestarikan kebebasan navigasi dan kemerdekaan negara-negara kecil di wilayah tersebut.

Pada tahun 2010, Menteri Luar Negeri AS Hillary Clinton mengisyaratkan bahwa Washington sekali lagi mulai untuk memfokuskan kembali perhatian serius pada masalah Cina. Dia menyatakan bahwa AS memiliki "kepentingan nasional" di Laut Cina Selatan dan telah siap untuk menengahi sengketa teritorial yang Cina terlibat di dalamnya dengan tetangga-tetangganya yang lebih kecil .

Laut Cina Selatan, yang membentang di lebih dari satu juta mil persegi, menghubungkan Samudera Hindia dengan Pasifik Selatan. Ia memiliki jalur pelayaran yang penting dan sejumlah besar minyak dan gas yang belum dimanfaatkan. Jika AS dan sekutunya mampu melakukan kontrol atas Laut Cina Selatan, maka akan mudah untuk menciptakan blokade laut yang efektif bagi Cina.
Juru bicara Kementerian Pertahanan Cina, Geng Yansheng, mengatakan bahwa tuduhan yang dilontarkan terhadap Cina dalam dokumen Pentagon adalah "benar-benar tak berdasar". Dia menekankan bahwa "pembangunan yang damai" dari Cina menyajikan peluang daripada tantangan terhadap masyarakat internasional. Dia mengungkapkan harapan bahwa AS akan berurusan dengan Cina dan militer Cina "secara obyektif dan rasional".

Harian Tentara Pembebasan Rakyat menerbitkan sebuah artikel oleh seorang perwira senior angkatan darat, Mayor Jenderal Luo Yuan, menuduh AS menargetkan Cina. "Mengamati sekitar kita, kita dapat melihat bahwa AS telah memperkuat lima aliansi militer utamanya di kawasan Asia Pasifik dan menyesuaikan posisi lima kelompok pangkalan militer utamanya, sementara juga mencari hak masuk lebih jauh untuk pangkalan militer di sekitar Cina," tulisnya. Kantor berita milik negara Xinhua menyarankan pemerintahan Obama "untuk menjauhkan diri dari meregangkan ototnya".

Pasukan AS mungkin telah meninggalkan Irak, tapi para pembuat kebijakan di Washington bertujuan untuk mempertahankan cengkeraman mereka pada sumber daya minyak dari wilayah tersebut. "kebijakan AS akan menekankan keamanan Teluk," strategi militer baru menyatakan. Tidak ada usulan untuk membubarkan pangkalan militer Amerika di wilayah tersebut atau mengurangi jumlah pasukan yang berbasis di negara-negara Teluk yang beraliansi ke AS.

Pentagon pada 3 Januari menjawab peringatan Iran untuk menjaga kapal induk AS keluar dari Teluk Persia dengan menyatakan bahwa kapal perang Amerika akan terus melakukan penyebaran yang dijadwalkan secara rutin ke jalur air strategis. Obama telah membayar lip service kepada "Arab Spring", tetapi memperkuat rezim otoriter seperti Arab Saudi. Kesepakatan senjata AS dengan Arab Saudi tahun lalu telah digambarkan sebagai yang terbesar dalam sejarah. Dokumen pertahanan merinci pentingnya negara-negara Teluk dalam konfrontasi yang meninggi dengan Iran. Menteri Pertahanan AS Leon Panetta, yang berbicara selama pelepasan dokumen Pentagon, menegaskan bahwa pasukan AS siap untuk melawan perang darat yang dilakukan secara serentak di Iran dan semenanjung Korea .

Pasukan Amerika tetap berada di Jerman, Jepang dan Korea meskipun Perang Dunia II telah berakhir lebih dari 65 tahun yang lalu. AS menyiapkan untuk pangkalan militer di Afrika dan Asia. Lalu ada ancaman penggunaan senjata nuklir. "Bahkan ketika pasukan AS berkomitmen untuk operasi skala besar di satu wilayah, mereka akan mampu menolak tujuan - atau memaksakan biaya yang tidak dapat diterima pada - suatu agresor oportunistik di wilayah kedua," doktrin Pentagon menyatakan. Dokumen telah menjelaskan bahwa "memaksakan biaya yang tidak dapat diterima" berarti bahwa AS "dapat memaksakan kekuatan nuklir yang dapat dalam keadaan apa pun menghadapi musuh dengan prospek kerusakan yang tidak dapat diterima".

Obama lebih jauh memperkuat kebijakan "pre-emption" yang telah diletakkan oleh pemerintahan Bush setelah peristiwa 9/11. Kebijakan ini tidak memiliki sanksi di bawah hukum internasional. Sejak tahun 2001, AS telah membom dan menyerang negara-negara lain jika Gedung Putih menyimpulkan bahwa kepentingan nasional AS dipertaruhkan. Rencana Strategis pemerintahan Bush untuk tahun 2007-12 bertujuan untuk "secara langsung menghadapi ancaman terhadap keamanan nasional atau internasional dari... negara-negara gagal atau yang sedang gagal". Dokumen terbaru Pentagon menyatakan bahwa AS akan melihat masa depan untuk mempertahankan hak "untuk mendirikan kontrol atas wilayah yang tak berpemerintahan, dan langsung menyerang kelompok dan individu yang paling berbahaya bila diperlukan". AS, memainkan peran polisi dunia, tentu saja akan mempertahankan hak untuk menentukan yang mana individu, kelompok-kelompok dan negara-negara berbahaya yang harus ditargetkan. Kebijakan pre-emption ini sudah dapat disaksikan di Somalia dan Yaman.

Di Iran, pemerintah telah menyalahkan Central Intelligence Agency (CIA) atas menargetkan para ilmuwan nuklir mereka. Menurut banyak laporan, tentara AS memiliki peran dalam pembunuhan pemimpin Libya Muammar Qaddafi .

Tujuan Pentagon melawan "dua perang" secara bersamaan akan memerlukan peningkatan penggunaan drone (pesawat tanpa awak - pen) militer dan "pengeboman strategis presisi". AS telah mengumumkan bahwa pihaknya berencana untuk menggunakan drone berbasis laut di Pasifik pada tahun 2018. Sebuah generasi baru drone berbasis laut yang sedang dikembangkan oleh AS akan dapat beroperasi 2.500 km jauhnya dari operator, menghindarkan kapal-kapal keluar dari bahaya. AS sudah mulai melatih pilot lebih banyak untuk mengoperasikan drone daripada menerbangkan pejuang dan pembom konvensional .

Angka anggaran Pentagon menunjukkan bahwa AS telah menghabiskan $5 milyar pada drone. Pada tahun 2002, militer AS hanya menghabiskan $ 550 juta pada teknologi. Penggunaan drone, yang dikenal sebagai "utusan kematian" di tempat-tempat di mana mereka telah mendatangkan malapetaka, sudah naik secara signifikan setelah Obama memasuki Gedung Putih. Menurut statistik yang diterbitkan dalam Der Spiegel, Obama melepaskan sebuah drone yang dilengkapi rudal ke dalam aksi sekali setiap empat hari. Selama kepresidenan Bush, rata-rata satu drone dalam 47 hari .


New Military Doctrine: America is “Looking for Enemies”: Threatening China

Region: 
 10 
  0  3 


  537
New Military Doctrine: America is "Looking for Enemies": Threatening China
The new United States military doctrine “Sustaining U.S. Global Leadership: Priorities for 21st Century Defence”, officially unveiled in January, is a clear indication that Washington’s focus has once again shifted to China and the Asia Pacific region. The U.S. had not really shifted its gaze away from the region as it fought wars in Iraq and Afghanistan. Nearly half of U.S. Air Force F-22 jet fighters have been based in the Asia Pacific region. Two U.S. aircraft carriers have always been around in the region. As many as 22,000 U.S. troops are permanently based in South Korea. In the 2006 Quadrennial Review, the Pentagon had allocated six aircraft carriers and 60 per cent of the U.S.’ submarines to the Pacific. Washington had approved a $-6 billion arms deal with Taiwan despite strenuous objections from China. Before the new Pentagon strategy was announced, President Barack Obama announced the permanent stationing of U.S. troops in Australia.
But with the occupation of Iraq over and the winding-down process in Afghanistan beginning, the U.S. wants to identify new enemies to fight. American economic and security interests, the 2012 Pentagon document emphasises, are “inextricably linked to developments in the arc extending from the Western Pacific to East Asia into the Indian Ocean and South”. The U.S., according to the new doctrine, “will have to necessarily rebalance towards the Asia Pacific region”.
Obama, who was present when the document was released on January 5, made it a point to remind the world that though the defence budget had been trimmed, U.S. defence spending would still continue to remain higher than the combined defence budgets of the next 14 biggest militaries in the world. “Over the next 10 years, the growth of the defence budget will slow, but the fact of the matter is this: it will still grow,” he told the media in Washington.
The latest Pentagon doctrine identifies China as the enemy the U.S. will have to confront. “Over the long term, China’s emergence as a regional power will have the potential to affect the U.S. economy and our security in a variety of ways…The U.S. will continue to make a variety of investments to ensure that we maintain regional access and the ability to operate freely,” the document states. “The growth of China’s military power must be accompanied by greater clarity of its strategic intentions in order to avoid causing friction in the region.” Though U.S. officials keep on harping about the China threat, they do concede that the country is far away from achieving any kind of parity in military capabilities with the U.S.
The document goes on to highlight the U.S. government’s continuing efforts to forge even stronger military alliances with Japan, South Korea, the Philippines and Indonesia. Efforts are currently under way to rope in India and Vietnam into the anti-China alliance. The document singles out India, describing it as “a regional anchor and a provider of security for the broader Indian Ocean region”. The U.S. military has been carrying out joint exercises with their Indian and Vietnamese counterparts for some years now.
The U.S. has lifted a ban on military cooperation with Indonesia’s “Kompas” Special Forces. Many of the other countries in the region, such as Singapore, Thailand, the Philippines and Australia, have been military allies of the U.S. for a long time. Another of China’s neighbours, Myanmar, seems to be rushing into a strategic embrace with the West.
The U.S. wants the Pacific to remain an “American lake” and at the same time ensure free access to its warships through the key choke points in Asia, whether it is the Strait of Hormuz or the Strait of Malacca. The new Pentagon document on several occasions mentions the U.S.’ determination to ensure the “free flow of goods” and “access to the global commons”. Shortly after its release, an influential American think tank close to the Obama administration, the Centre for a New American Society (CNAS), called on Washington to pursue a policy of “cooperative primacy” in the South China Sea to preserve the freedom of navigation and the independence of smaller countries in the region.
In 2010, U.S. Secretary of State Hillary Clinton signalled that Washington was once again starting to refocus its attention seriously on containing China. She declared that the U.S. had a “national interest” in the South China Sea and was prepared to mediate in the territorial disputes that China was embroiled in with its smaller neighbours.
The South China Sea, which stretches across more than one million square miles, connects the Indian Ocean with the South Pacific. It has vital shipping lanes and huge amounts of untapped oil and gas. If the U.S. and its allies are able to exert control over the South China Sea, it will then be easy to mount an effective naval blockade of China.
The Chinese Defence Ministry spokesman, Geng Yansheng, said that the accusations levelled against China in the Pentagon document were “totally baseless”. He stressed that China’s “peaceful development” presented opportunities rather than challenges to the international community. He expressed the hope that the U.S. would deal with China and the Chinese military “in an objective and rational way”.
People’s Liberation Army Daily published an article by a senior army officer, Major General Luo Yuan, accusing the U.S. of targeting China. “Casting our eyes around, we can see that the U.S. has been bolstering its five major military alliances in the Asia Pacific region and is adjusting the positioning of its five major military base clusters, while also seeking more entry rights for military bases around China,” he wrote. The state-owned Xinhua news agency advised the Obama administration “to abstain from flexing its muscles”.
U.S. troops may have left Iraq, but the policymakers in Washington aim to maintain their vice-like grip on the oil resources of the region. “U.S. policy will emphasise Gulf security,” the new military strategy states. There are no proposals to wind up the American military bases in the region or reduce the number of troops based in the Gulf countries aligned to the U.S.
The Pentagon on January 3 answered an Iranian warning to keep U.S. aircraft carriers out of the Persian Gulf by declaring that American warships would continue regularly scheduled deployments to the strategic waterway. </strong></center> Obama has been paying lip service to the “Arab Spring” but bolstering authoritarian regimes like Saudi Arabia. The U.S. weapons deal with Saudi Arabia last year has been described as the biggest in history. The defence document details the importance of the Gulf states in the looming confrontation with Iran. U.S. Defence Secretary Leon Panetta, speaking during the release of the Pentagon document, asserted that the U.S. army was well prepared to fight simultaneous land wars in Iran and the Korean peninsula.
American troops remain in Germany, Japan and Korea though the Second World War ended more than 65 years ago. The U.S. is scouting for military bases in Africa and Asia. Then there is the threat of using nuclear weapons. “Even when the U.S. forces are committed to large-scale operations in one region, they will be capable of denying the objectives of – or imposing unacceptable costs on – an opportunistic aggressor in a second region,” the Pentagon doctrine states. The document has clarified that “imposing unacceptable costs” means that the U.S. “can field nuclear forces that can under any circumstances confront an adversary with the prospect of unacceptable damage”.
Obama has further strengthened the “pre-emption” policy that the Bush administration had put in place after the events of 9/11. This policy has no sanction under international law. Since 2001, the U.S. has bombed and invaded countries if the White House concludes that its national interests are at stake. The Bush administration’ s Strategic Plan for 2007-12 aimed to “directly confront threats to national or international security from … failed or failing states”. The latest Pentagon document states that the U.S. will for the foreseeable future retain the right “to establish control over ungoverned territories, and directly striking the most dangerous groups and individuals when necessary”. The U.S., appropriating the role of the world’s policeman, will of course retain the right to determine which are the individuals, dangerous groups and countries that have to be targeted. This policy of pre-emption is already being witnessed in Somalia and
Yemen.
In Iran, the government has blamed the Central Intelligence Agency (CIA) for targeting its nuclear scientists. According to many reports, the U.S. army had a role in the killing of Libyan leader Muammar Qaddafi.
The Pentagon’s goal of fighting “two wars” concurrently will entail the increased use of military drones and “precision strategic bombing”. The U.S. has announced that it plans to deploy sea-based drones in the Pacific by 2018. A new generation of sea-based drones being developed by the U.S. will be able to operate 2,500 km away from the carrier, putting the ships out of harm’s way. The U.S. has already started training more pilots to operate drones than to fly conventional fighters and bombers.
Pentagon budget figures show that the U.S. spent $5 billion on drones. In 2002, the U.S. military spent only $550 million on the technology. The use of drones, known as “the messengers of death” in places where they have wreaked havoc, has gone up significantly after Obama entered the White House. According to statistics published in Der Spiegel, Obama despatches a missile-equipped drone into action once every four days. During the Bush presidency, the average was one drone in 47 days.





Lintas Islam politik
Thursday, November 28, 2013

Tuhan Pun Merasa Terheran-heran

Tuhan yang kita "kenal", amatlah tidak memadai untuk menandai isyarat-isyarat keberadaan-Nya. Kepada kita cuma dijejali gambar-gambar tidak utuh soal Dia Yang Maha Apa Saja ini. Tentu karena keterbatasan materi yang mampu diserap oleh akal kita, maka yang sosok Tuhan hanya muncul dalam sketsa yang buram. Maka lahirlah figur-Nya yang keras, pengecam, pengancam, pemberi azab, penyiksa di alam kubur, penghancur kenikmatan dan segala macam sifat yang menyeramkan.

Di usianya yang amat dini, karena ingin dikategorikan sebagai orang tua yang bertanggung jawab dengan niat menanamkan nilai-nilai agama, di memori anak kita, kita tanamkan kuat-kuat tentang Tuhan yang kedatangannya, sungguh mendebarkan, menyebutkan nama-Nya saja mengguncangkan jiwa, dan membayangkan-Nya membuat bulu kuduk merinding dan bahkan menakutkan. "Jangan bohong, nanti masuki neraka!" "Kalau nakal, nanti dosa lho!" "Kalau tidak nurut orang tua, bisa celaka dan dibenci Allah!" Demikian antara lain, secara samar tetapi pasti setiap saat anak kita bergaul dengan Tuhan yang sama sekali tidak ramah dan jauh dari bersahabat.

Padahal, Tuhan adalah sosok yang sangat berperasaan, sangat penyantun, Maha Bertobat (At-Tawwab), Maha Bersyukur (As-Syakuur), Maha Damai [(As-Salaam), Maha Lembut (Al-Latiif), Maha Penyabar (As-Shobuur) dan sifat-sifat lainnya yang sungguh menyejukkan hati. Semua sifat ini, setiap saat, dengan standar dan jamaliyahnya yang tentu saja berbeda karena Dia bersifat Mukhoolafatuhu Lil Hawaadits dapat dilihat pada diri kita sebagai manusia. Apakah dengan demikian kita lantas heran, kenapa Tuhan bisa bersifat seperti itu? Kalau iya, maka kita perlu untuk kesekian kalinya mengeja ulang satu persatu Al-Asmaa-ul Husna; 99 nama-nama Tuhan Yang Agung. Dari deretan nama-nama itu tentu dengan mudah kita dapat menemukan dokumen seputar Tuhan yang sungguh indah, sejuk dan menyegarkan.

Dalam beberapa firman-Nya, Dia malah mengenalkan dirinya sebagai sosok yang pemalu, suka bersedih, dan gemar berasykik masyuk dengan sagenap kekasih-Nya, para auliyaa, shalihin dan syuhada. Dalam firman-Nya yang lain, misalnya, Tuhan setiap memasuki tengah malam, Tuhan turun ke langit dunia duduk di singgasana-Nya, bersabar menunggu para kekasihnya terbangun untuk bercengkerama dalam shalat, dzikir serta lantunan Kitab Suci. Anehnya, begitu Tuhan menunggu di seberang jalan, kita sebagai hamba, justru tertidur seperti bangkai seakan Tuhan tidak pernah ada, Dia kita tentang seakan Dia tertidur dan kita campakkan firman-Nya seakan Dia tengah beristirahat. Sungguh!

Mari kita simak secara seksama firman Allah di bawah ini, masih seputar rasa perasaan-Nya, begitu menyaksikan tingkah laku manusia. "Ajibtu Li Man Ayqona Mil Maut Kayfa Yafroh" (Aku sungguh heran, kenapa manusia yang yakin dengan akan datangnya kematian, hidupnya selalu dipenuhi dengan canda dan tawa). Kemarin merupakan sebuah tahapan menuju gerbang akhirat. Percaya kepada Hari Akhir merupakan salah satu sendi keimanan kita. Kematian, dengan amat mudah kita jadikan ukuran soal sudah seberapa benarkah bangunan keimanan kita. Rangkaian kematian terjadi setiap detik, setiap menit, setiap jam, setiap hari. Dalam setahun, tak terhitung sudah berapa nama masuk daftar "korban" pencabutan nyawa oleh Malaikat Izroil. Kita selalu yakin maut berkepak setiap saat di ujung rambut kita, tetapi jarang sekali kita mengurangi canda dan tawa, seakan maut sudah menyudahi tugasnya.

"Ajibtu Li Man Ayqona Bil Hisaab Kayfa Yajma'ul Maal" (Aku juga sungguh heran, kenapa mereka tiada henti menumpuk harta, padahal hisab akan memberatkan mereka). Karena kita terbiasa memohon karunia, memelas agar diberi kenikmatan hidup, berharap memperoleh kekayaan yang berlimpah, maka seringkali kita lupa bahwa semuanya ini akan berakhir dan tak akan pernah kita bawa ke dalam liang kubur. Anak-anak yang kita banggakan, paling jauh hanya akan mengantar ke sisi lubang kubur dan harta yang dengan berbagai macam cara kita kumpulkan, hanya menyisakan tak lebih dari selembar kain kafan. Mereka tidak akan menemani kita di himpitan tanah yang sempit, sunyi, sepi, dan terasing. Kita hanya akan ditemani oleh amal-amal saleh kita. Kini, mari berhitung, sudah seberapa besarkah amal saleh kita ?

"Ajibtu Li Man Ayqona Bil Aakhirah Kayfa Yastariih" (Aku sungguh heran, mereka yang yakin akan datangnya Hari Akhir tetapi masih saja bersantai-santai). Sampai kapan kita akan berhenti berhayal soal kenikmatan hidup, kebanggaan diri, tingginya derajat dan kemuliaan di mata manusia? Semua ini tidak akan pernah terhenti kalau keyakinan akan segera tibanya Hari Kiamat tidak mampir dalam benar kita. Seakan kita berkuasa mengatur, kita baru akan berhenti bersantai-santai ketika umur sudah di ujung dan usia sudah menjelang senja. Tanda-tanda dari Tuhan seperti kian memutihnya rambut kita, tak juga mampu memalingkan kita bahwa dalam waktu tak lama lagi kita akan mudik ke kampung halaman yang abadi. Kita berjuang keras, menyikut kawan seiring, memeras hanya untuk sebuah bekal ke kampung yang cuma beberapa hari saja tetapi kita justru lupa mengumpulkan bekal untuk sebuah perjalanan panjang ke negeri akhirat.

"Wa 'ajibatu Li Man Ayqona Bid Dun-ya Wa Zawaalihaa Kayfa Yathmainnu Ilayhaa" (Dan Aku sungguh heran kenapa mereka yang yakin dengan dunia serta kehancurannya tetapi masih menggandrunginya). Betapa banyak di antara kita yang merasa sungguh aman, ketika pangkat berbintang-bintang dan jabatan di eselon paling tinggi. Seakan bintang dan eselon membuat kita akan bertahan selamanya. Harta kekayaan yang kita tumpuk, menjelma sebuah kekuatan dahsyat, seakan mampu menyelamatkan kita dari sergapan maut dan ajal. Kecantikan dan kemolekan tubuh, seakan bisa membuat para pencabut nyawa bertekuk letut karena terpesona. Keindahan paras wajah tak mungkin membuat malaikat berselendang api ini, luluh karena dirasuki birahi. Tak peduli kaya raya, pangkat tinggi, puncak eselon, tubuh yang molek, air muka yang menghanyutkan, desah yang menggairahkan, akan mampu mempertahankan kita begitu maut menjelang. Sungguh!

Rangkaian firman ini, merupakan bentuk nyata dari betapa dekat-Nya Tuhan dengan kita sebagai manusia. Sifat-sifat yang Dia ciptakan untuk kita, merupakan "tetesan" dari sifat-sifat-Nya Yang Agung. Kalau mampu meniru sifat-sifat-Nya yang "Kamal dan Jamal", maka kita dijanjikan Allah akan menduduki sebuah derajat di atas derajat termulia para al-Malaaikah al-Muqarrobin. Tetapi kalau tidak tak mampu juga menyerap sifat "Kamal dan Jamal" Allah, maka kita akan terpental jauh ke jurang kenistaan, ke lembah kesesatan tiada ujung, hingga kita dijamin oleh Allah untuk bisa lebih hina dari binatang bahkan dari setan sekalipun. Kenapa Tuhan terheran-heran? Itu semua tak lebih karena Allah jelas-jelas sudah menurunkan petunjuk tetapi kita mengabaikannya. Sampai kapan pun, Tuhan akan tetap terheran-heran. Wallaahu A'lamu Bishshowaab.


Oleh: KH Hasyim Muzadi





Lintas Islam akhlak
Thursday, November 21, 2013

Shalat Subuh adalah Cahaya

Cahaya merupakan simbol dari pencerahan spiritual. Ilmu adalah cahaya. Iman adalah cahaya. Bekas-bekas basuhan air wudhu di wajah adalah cahaya. Al quran adalah cahaya. Setiap amal saleh yang kita lakukan hakikatnya adalah cahaya. Sejatinya, cahaya spiritual akan membimbing serta menerangi kehidupan manusia, tidak hanya di dunia saja tapi juga sampai ke akhirat kelak.

Di sana, cahaya terang akan memancar dari wajah setiap hamba-hamba beriman yang senantiasa tunduk dan patuh kepada-Nya. Cahaya inilah yang akan membedakannya dari orang-orang kafir nan ingkar. Allah SWT berfirman: Pada hari ketika kamu melihat orang Mukmin laki-laki dan perempuan, sedang cahaya mereka bersinar di hadapan dan di sebelah kanan mereka, (dikatakan kepada mereka): Pada hari ini ada berita gembira untukmu, (yaitu) surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai yang kamu kekal di dalamnya. Itulah keberuntungan yang banyak (QS Al Hadiid [57]: 12).

Pertanyaannya, apa kaitan shalat Subuh dengan cahaya? Di awal telah diungkapkan bahwa semua amal saleh hakikatnya adalah cahaya. Karena shalat Subuh adalah sebentuk amal saleh yang sangat bernilai, otomatis ia pun termasuk cahaya. Cahaya seperti apa? Dalam sebuah hadis dari Buraidah Al Aslami, Rasulullah SAW mengungkapkan: Beritakanlah kabar gembira kepada orang-orang yang berjalan ke masjid di waktu gelap (di pagi hari), dengan cahaya yang sempurna di akhirat kelak. (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi dan Ibnu Majah).

Sungguh mengagumkan hadis ini. Al Mubarakfuri memberi komentar: Bahwa tubuh mereka akan diselimuti, dengan cahaya dari berbagai arah, saat mereka mengalami kesulitan berjalan di atas titian shirath kelak. Simaklah kata-kata kunci di dalamnya, kegelapan yang diikuti cahaya yang sempurna. Kegelapan yang diikuti cahaya terang, bukan cahaya remang-remang, namun cahaya yang kualitas terangnya begitu sempurna. Bagaimana terang benderangnya cahaya yang berada di tengah kegelapan? Semakin pekat kegelapan, semakin benderang pula cahaya yang melingkupinya. Pantas jika Rasulullah SAW mengungkapkan janji ini. Bukankah waktu Subuh, waktu sepertiga malam terakhir, waktu menjalang terbitnya fajar, adalah waktu yang paling gelap dari keseluruhan malam? Saat itu adalah saat terjadinya pertukaran antara malam dan siang. Bulan dan bintang sudah memasuki peraduannya sedangkan matahari belum muncul ke permukaan. Saat itu adalah saat-saat di mana cahaya yang menerangi bumi mencapai intensitasnya yang terendah, hingga Bumi mencapai kegelapan yang sempurna.

Dengan kasih sayang-Nya, Allah SWT memerintahkan kita untuk menunaikan shalat Subuh berjamaah. Dalam kegelapan yang sempurna, Rasulullah SAW mengajak kita berjalan ke masjid memenuhi panggilan Ilahi yang terungkap lewat kumandang adzan. Ketika momen itu berlangsung, dalam setiap langkah kaki, Allah SWT akan menggugurkan satu dosa serta mengangkat kita satu derajat (HR Bukhari Muslim). Ketika itu pula, Allah SWT menaburkan cahaya-cahaya terang yang akan menerangi jiwa orang-orang yang memenuhi panggilannya. Tahukah Anda bahwa peristiwa itu terjadi setiap hari, di pagi hari.

Karena itu, Rasulullah SAW mengajari kita sebuah doa, saat kita berjalan ke masjid di waktu malam dan pagi hari: Ya Allah, jadikanlah di dalam hatiku cahaya. Di dalam ucapanku cahaya. Jadikanlah pada pendengaranku cahaya. Jadikanlah pada penglihatanku cahaya. Jadikanlah dari belakangku cahaya dan dari depanku cahaya. Jadikanlah dari atasku cahaya, dari bawahku cahaya. Ya Allah berikanlah kepadaku cahaya dan jadikanlah aku cahaya (HR Muslim dan Abu Dawud).

Sepertiga malam terakhir hingga terbitnya fajar, adalah momen-momen yang sangat dahsyat. Seiring hadirnya cahaya-cahaya penerang jiwa, Allah SWT pun menaburkan aneka keberkahan di dalamnya. Betapa tidak, saat itulah para malaikat (yang juga makhluk cahaya) memberi laporan harian kepada Tuhannya, perihal amal-amal yang dilakukan manusia. Malaikat siang dan malaikat malam datang dan pergi kepada kalian pada waktu malam. Mereka berkumpul di waktu shalat Subuh dan shalat Ashar. Kemudian malaikat yang hadir bersama kalian naik ke langit, dan Allah Azza wa Jalla bertanya kepada mereka (walau Allah Maha Mengetahui segalanya): 'Bagaimana kalian tinggalkan hamba-hamba-Ku?'. Mereka menjawab, 'Kami tinggalkan mereka dalam keadaan shalat, dan kami pun mendatangi mereka ketika dalam keadaan shalat'. (HR Bukhari Muslim).

Siapa pun yang mampu meraih keberkahan ini, maka di akhirat kelak kado istimewa sudah siap menunggunya. Apakah itu? Perjumpaan dengan Allah, Dzat Yang Mahatinggi. Masuk surga itu adalah nikmat yang teramat besar. Namun, kenikmatan surga tiada artinya jika dibandingkan dengan menatap wajah Allah secara langsung. Itulah puncak dari segala puncak kenikmatan dan kebahagiaan. Rasul sendiri yang menjanjikan hal ini. Dari Jair bin Abdillah, diriwayatkan bahwa ia menceritakan, Ketika kami tengah berada di sisi Nabi SAW, beliau memandang ke arah bulan purnama, lalu bersabda, 'Sesungguhnya kalian akan melihat Rabb kalian sebagaimana kalian melihat bulan ini untuk melihat-Nya. Jika kalian sanggup untuk tidak meninggalkan shalat sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya, maka lakukanlah'. Kemudian beliau membaca ayat ini: dan bertasbihlah memuji Rabb-mu sebelum terbit matahari dan sebelum tenggelamnya (QS Thaahaa [20]: 30). (HR Bukhari).

Alasan dikhususkannya shalat Subuh dan Ashar, boleh jadi karena pada kedua waktu itu seseorang nyaman beristirahat. Waktu Subuh meneruskan istirahat malam, sedangkan Ashar adalah waktu beristirahat seusai melakukan berbagai kesibukan pekerjaan. Selain itu, siapa pun yang istiqamah menjaga kedua shalat ini, biasanya mampu pula menjaga shalat fardu pada waktu-waktu lainnya.


Sumber: Republika




Lintas Islam fiqh
Thursday, November 14, 2013

Kekekalan Massa


Ketika memiliki uang cukup banyak, Nasrudin membeli ikan di pasar dan membawanya ke rumah. Ketika istrinya melihat ikan yang banyak itu, ia berpikir, "Oh, sudah lama aku tidak mengundang teman-temanku makan di sini."

Ketika malam itu Nasrudin pulang kembali, ia berharap ikannya sudah dimasakkan untuknya. Alangkah kecewanya ia melihat ikan-ikannya itu sudah habis, tinggal duri-durinya saja.

"Siapa yang menghabiskan ikan sebanyak ini ?"

Istrinya menjawab, "Kucingmu itu, tentu saja. Mengapa kau pelihara juga kucing yang nakal dan rakus itu!"

Nasrudin pun makan malam dengan seadanya saja. Setelah makan, dipanggilnya kucingnya, dibawanya ke kedai terdekat, diangkatnya ke timbangan, dan ditimbangnya. Lalu ia pulang ke rumah, dan berkata cukup keras,

"Ikanku tadi dua kilo beratnya. Yang barusan aku timbang ini juga dua kilo. Kalau kucingku dua kilo, mana ikannya ? Dan kalau ini ikan dua kilo, lalu mana kucingnya ?"


Kisah Kisah Nasruddin Hoja




Lintas Islam humor, tashawuf
Monday, November 11, 2013

Belajar Kebijaksanaan


 Seorang darwis ingin belajar tentang kebijaksanaan hidup dari Nasrudin. Nasrudin bersedia, dengan catatan bahwa kebijaksanaan hanya bisa dipelajari dengan praktek. Darwis itu pun bersedia menemani Nasrudin dan melihat perilakunya.

Malam itu Nasrudin menggosok kayu membuat api. Api kecil itu ditiup-tiupnya. "Mengapa api itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih panas dan lebih besar apinya," jawab Nasrudin.

Setelah api besar, Nasrudin memasak sop. Sop menjadi panas. Nasrudin menuangkannya ke dalam dua mangkok. Ia mengambil mangkoknya, kemudian meniup-niup sonya.

"Mengapa sop itu kau tiup?" tanya sang darwis. "Agar lebih dingin dan enak dimakan," jawab Nasrudin.

"Ah, aku rasa aku tidak jadi belajar darimu," ketus si darwis, "Engkau tidak bisa konsisten dengan pengetahuanmu."

Ah, konsistensi.


Kisah Kisah Nasruddin Hoja




Lintas Islam humor, tashawuf
Thursday, November 7, 2013

Pada Sebuah Kapal


Nasrudin berlayar dengan kapal besar. Cuaca cerah menyegarkan, tetapi Nasrudin selalu mengingatkan orang akan bahaya cuaca buruk. Orang-orang tak mengindahkannya. Tapi kemudian cuaca benar-benar menjadi buruk, badai besar menghadang, dan kapal terombang ambing nyaris tenggelam. Para penumpang mulai berlutut, berdoa, dan berteriak-teriak minta tolong. Mereka berdoa dan berjanji untuk berbuat sebanyak mungkin kebajikan jika mereka selamat.

"Teman-teman!" teriak Nasrudin. "Jangan boros dengan janji-janji indah! Aku melihat daratan!"


Kisah Kisah Nasruddin Hoja




Lintas Islam humor, tashawuf
Monday, November 4, 2013

Pelayan Raja



Nasrudin menjadi orang penting di istana, dan bersibuk mengatur urusan di dalam istana. Suatu hari raja merasa lapar. Beberapa koki menyajikan hidangan yang enak sekali.

"Tidakkah ini sayuran terbaik di dunia, Mullah ?" tanya raja kepada Nasrudin.
"Teramat baik, Tuanku."

Maka raja meminta dimasakkan sayuran itu setiap saat. Lima hari kemudian, ketika koki untuk yang kesepuluh kali memasak masakan yang sama, raja berteriak:

"Singkirkan semuanya! Aku benci makanan ini!"
"Memang sayuran terburuk di dunia, Tuanku." ujar Nasrudin.
"Tapi belum satu minggu yang lalu engkau mengatakan bahwa itu sayuran terbaik."
"Memang benar. Tapi saya pelayan raja, bukan pelayan sayuran."


Kisah Kisah Nasruddin Hoja




Lintas Islam humor, tashawuf